Inilah Ruang Kreatif untuk Refleksi dan Narasi Literasi: Corong Virus Emcho Menyuarakan Pikiran, Imajinasi, dan Emosi Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Gigih Berjuang Lewat Tulisan!

Monday, July 27, 2020

PEREMPUAN MELAWAN DENGAN TULISAN

Oleh MUCH. KHOIRI

"The Colonel’s Lady" adalah sebuah cerita pendek karya William Somerset Maugham, cerpenis, novelis dan dramawan Inggris yang lahir pada 1876 dan wafat di Prancis pada 1965. Cerpen Maugham ini sempat kami review dan bahasa bersama di kelas kuliah Literary Appreciation: Prose. Cerpen ini telah menggugah setiap mahasiswa di dalam kelas.

Cerpen ini berkisah tentang Kolonel George Peregrine dan reaksinya terhadap buku puisi yang sukses berjudul When Pyramids Decay (Saat Piramid Membusuk) oleh E.K. Hamilton. Kebetulan, sang penyair adalah istrinya, Eva, yang mempublikasikan buku itu dengan nama semasa gadisnya (maiden name).

Terhadap buku itu, semula sang kolonel tidak berpikir apa pun tentang puisi-puisi istrinya, dan menganggap karya itu dengan sikap acuh tak acuh. Namun, saat buku itu meledak sukses di toko-toko buku dan bagus di mata para kritikus sastra, ia barulah menaruh perhatian besar terhadap karya tulis itu. 

Buku itu begitu cepat masyhur karena penyair itu mengilustrasikan kisah hubungan rahasianya yang telah lama hilang dengan seorang lelaki yang lebih muda. Ditambah lagi, publik pembaca kemudian tahu bahwa sang penyair itu ternyata adalah istri sang kolonel. Ada pintu terbuka bagi membludaknya rasa penasaran pembaca.

Tak ayal, sang kolonel menjadi cemburu karenanya, meski ia telah lama mencintai istrinya, ya sang penyair, saat ia melamarnya untuk menikah, setidaknya cukup cinta bagi laki-laki yang ingin menikah dan hidup tenang, namun ia mendapati bahwa sebenarnya “they had nothing much in common” (tidak memiliki banyak kesamaan). Mereka dua insan yang berbeda.

Ironisnya, meski sang kolonel sendiri mencurangi istrinya dengan menyelingkuhi Daphne, seorang gadis yang dengannya ia biasa menghabiskan jam-jam yang menyenangkan setiap kali pergi ke luar kota—toh kolonel merasa terluka pula oleh pengkhianatan yang diakui istrinya (yang terpantul lewat puisi-puisi dalam buku tersebut).

Melawan dengan Tulisan

Sebenarnya, ada sejumlah pendekatan untuk memahami cerpen ini, terutama dalam konteks hubungan antara kolonel dan istrinya. Namun, salah satu hal yang mencolok, adalah bagaimana di sini perempuan melawan dengan tulisan. Dalam konteks ini, perempuan melawan dengan puisi.

Amat boleh jadi Eva, sebagai istri, kurang mendapat perhatian dari suaminya yang berkedudukan sebagai kolonel. Eva yang merindukan keromantisan bertemu dengan orang yang disimbolkan dengan kolonel—gelar militer dengan pangkat tinggi, serta ada selisih usia yang tajam. Ada suatu kekontrasan di antara mereka. Itulah yang menegaskan bahwa sebenarnya mereka tidak memiliki banyak kesamaan.

Terlebih, Eva lama-kelamaan juga mengetahui bahwa suaminya, selagi berpergian ke luar kota, selalu ditemani oleh Daphne. (Sang kolonel biasa menghabiskan jam-jam yang menyenangkan bersama Daphne setiap kali pergi ke luar kota.) Mengapa tidak mengajak Eva sendiri sebagai istrinya? Ini sungguh menyakitkan: Tidak mengorangkan Eva adalah sebuah kecurangan yang tidak main-main.

Sementara itu, tanpa kehadiran anak, telah membuat Eva hampa dan kesepian, meski dari segi materi, boleh dibilang keluarga ini sudah amat berkecukupan. Namun, tanpa basis kasih sayang dan kesaling-pengertian yang mendalam, keluarga itu sebenarnya rapuh dan keropos. Ibaratnya, ia digerogoti dari dalam sendiri. Rumah tak berpondasi kuat, akan roboh, bukan?

Kerapuhan rumah tangga mereka itu ditulis Eva dalam sebuah buku puisi yang berjudul When Pyramids Decay (Saat Piramid Membusuk). Judul ini simbolisasi yang tajam tentang kondisi hubungan antara sang penyair dan suaminya. Dengan nama gadisnya, Eva K. Hamilton, sang penyair bahkan mendeskripsikan hubungan rahasianya dengan laki-laki lain.

Amat boleh jadi Eva telah ingin menyampaikan isi hatinya dengan langsung. Namun, karena kesibukan sang kolonel bertugas ke luar kota—yang ditemani Daphne--, Eva tidak bisa bebas berkeluh kesah, bermanja-manja, atau sekadar mendapat perhatian sang suami. Seakan ada dinding menjulang tanpa lubang untuk saling mengintip dan menyapa.

Maka, Eva melawan dengan tulisan. Itulah perlawanan diam yang memiliki daya hantam yang keras. Ia tidak harus disampaikan lewat suara gaduh di depan khalayak, melainkan lewat medium literasi yang berkembang dan dikembangkan sebanyak pembaca aktif buku tersebut. Melawan dengan tulisan menebarkan kekuatan tak terbatas.

Ternyata, perlawanan itu mengenai sasaran, dan membawa hasil. Buku puisi itu menjadi pukulan telak bagi sang kolonel. Kritikus sastra dan publik pembaca menjadi tahu kisah apa di balik buku tersebut. Ini bisa menjatuhkan martabat dan nama baik sang kolonel. Reputasinya bisa jeblok karenanya.

Setidaknya, yang lebih mendasar, sang kolonel merasa terluka juga atas pengakuan perselingkuhan rahasia istrinya dengan lelaki lebih muda—meski itu sudah lama hilang. Ya, semua rahasia itu telah hilang ditelan masa, kecuali mengabadi dalam tulisan. Dan kisah itu masih tetap hidup dan berkembang aktif di alam pikiran pembacanya.

Dalam dunia nyata, kita mengenal tokoh R.A Kartini, yang dikenal sebagai pahlawan emansipasi Indonesia. Tentang tokoh ini, kita dapat membuka sejarah, dan mendapati bahwa di masanya beliau telah mencoba melawan budaya patriarkhi dan ketertindasan dengan menggunakan tulisan-tulisan yang terhimpun dalam buku ­Habis Gelap Terbitlah Terang.

Dewasa ini di negeri ini juga telah tumbuh perempuan-perempuan penulis (termasuk para guru-penulis) yang lewat karya-karya mereka, mereka melakukan perlawanan, baik individual maupun sosial. Ketertindasan, ketidakadilan, dan berbagai ketimpangan sosial dilawan oleh mereka lewat karya-karya yang tersebar di berbagai media--baik buku, majalah, surat kabar, tabloid, website, blog, serta media sosial. Itulah yang membuat mereka istimewa.[]

*Much. Khoiri adalah dosen, penggerak literasi, dan penulis buku dari Universitas Negeri Surabaya. Tulisan ini pendapat pribadi.



2 comments:

  1. Mantab sekali Master, cerita dan kisah seperti ini yang membuat kerasan di komunitasnya njenengan. Terima kasih Master

    ReplyDelete
  2. Makasih kembali. Mudah2an bermanfaat untuk kita semua.

    ReplyDelete

Terima kasih banyak atas apresiasi dan krisannya. Semoga sehat selalu.

Dulgemuk Berbagi (6): TULISAN MENUNJUKKAN PENULISNYA

Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...

Popular Posts