Inilah Ruang Kreatif untuk Refleksi dan Narasi Literasi: Corong Virus Emcho Menyuarakan Pikiran, Imajinasi, dan Emosi Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Gigih Berjuang Lewat Tulisan!

Tuesday, January 26, 2021

Dulgemuk Berbagi (4): DULREMEK ‘NDLEMING’

Oleh Much. Khoiri 

DULGEMUK menulis di grup WA jamaah “Sinau Urip” berikut ini: “TIBA-tiba Dulremek ndleming. Ngomongnya tak terkendali, bahkan di luar kesadaran. Ada semacam sosok lain yang manjing (merasuk) dalam dirinya. Kita perlu merapat untuk merukyahnya.”

“Bagaimana kejadiannya?” respons Dulkrempeng dari Sidoarjo. Dia lagi ada urusan dengan bibit benur (udang).

“Pagi ini setelah dia membaca koran, menonton televisi, menonton youtube. Tiba-tiba tubuhnya tersandar ke dinding terasnya, dan sejurus kemudian mulutnya mulai berceloteh,” lanjut Dulgemuk. “Ini saya sudah di rumahnya.”

“Loh, kok bisa berceloteh? Apa yang dicelotehkan?” kejar Ning Tini, dari balai kota Surabaya, sebab dia baru selesai mengikuti siaran pers terkait kedatangan vaksin.

“Dik Krempeng, coba hubungi Kiai Sholeh ya,” tulis Dulgemuk lagi. “Undang beliau untuk bisa hadir ke rumah kontrakan Dik Remek. Saya akan update kondisi Dik Remek sebelum kita nanti kumpul di Te-Ka-Pe.”

Sumber gambar: Dukomen Pribadi


Dulgemuk masih menulis: “Dulremek tiba-tiba ngomong lepas begini: ‘Pandemi masih kerasan di negeri ini. Rumah sakit di zona merah tambah bed untuk pasien covid-19. Terapi plasma konvaselen hanya khusus gejala sedang dan berat. Waspadai gejala pandemic fatigue. Lalu, Semeru tertutup kabut, gempa 9 kali. Dan ini, dengar, Hongkongers bisa jadi warga Negara Inggris.”

Dlemingan Dulremek ada benarnya. Pandemi masih kerasan di negeri ini. Belum ada kabar penurunan kasus, bahkan meningkat terutama pasca liburan Nataru (natal dan tahun baru) kemarin. Dulgemuk sudah memprediksi lonjakan kasus itu. Kini sudah telanjur. Para nakes jadi stress. Vaksin-vaksin sudah dijalankan, namun tanda-tanda perbaikan belum jelas. Belum lagi, ada 34% masyarakat yang menolak divaksin.

Itulah kayaknya yang disebut pandemic fatigue.  Masyarakat mulai ‘kenyang’ atau jenuh karena setiap hari di mana pun berada mereka harus menerapkan prokes, tidak seperti kondisi normal biasanya. Karena dirundung bosan, angka penggunaan masker turun 28%, ketaatan menjaga jarak dan menghindari keurumunan pun turun 20,6%. Maklum, masyarakat lelah, tidak ada kepastian kapan pandemi akan berakhir.

[Anggota jamaah “Sinau Urip” dalam perjalanan ke rumah kontrakan Dulremek.]

Terkait dlemingan Dulremek “Hongkongers bisa jadi warga Negara Inggris”, ini berita gembira bagi Hongkongers—sebutan bagi warga Kongkong. Mengapa? Biasanya sangat sulit prosesnya.  

Lha kok ini ada kabar pemerintah Inggris akan membuka akses kewarganegaraan Inggris kepada warga pemegang visa British National Overseas (BNO), mulai 31 Januari 2021. Ini kabar menghebohkan, sebab pemegang BNO di Hongkong 4,4 juta jiwa (70% warga daerah administrative khusus itu).

Menurut Dulgemuk, akan banyak Hongkongers yang tertarik. Sebab, konflik-konflik belakangan ini dengan pemerintah China, adalah bukti ketidaksukaan Hongkongers selama ini. Pada saat integrasi Hongkong ke mainland China tahun 1997, sebenarnya sudah ada bibit-bibit konflik itu, meski tokoh politik meyakinkan banyak harapan. Tahun 1996, menjelang integrasi, Dulgemuk ada di Hong Kong, menyaksikan proses politik menjelang integrasi lewat berbagai media saat dia mengikuti Summer Institute in American Studies.

Sekarang Dulgemuk menulis lagi: “Dulremek masih berceloteh. Katanya, tambahan vaksin sudah terkirim ke daerah, termasuk Surabaya. Jadi, tak usah rebutan. Vaksinasi tidak untuk penyintas covid-19. Selain itu, ehm, pemohon paspor turun drastic. Ini pula, penumpang turun 75 persen. Ehm, apa ya, polisi kejar aktor pembuat hoaks, kerahkan dua tim siber.”

[Anggota jamaah “Sinau Urip” yang dalam perjalanan ke rumah kontrakan Dulremek saling memberikan kabar. Mereka sudah mendekati alamat tujuan. Ada yang naik gojek/grab, sepeda motor pribadi, ada juga yang naik taksi.]

Dulgemuk masih meng-update kondisi Dulremek: “Aman, aman, aman!” celoteh Dulremek, tangannya memberikan isyarat. “Jangan khawatir soal vaksin. Vaksin dulu para nakes, biar mereka sehat. Mereka kan pejuang garda depan, harus sehat, dan jangan sampai berguguran lebih dulu. Penyintas covid juga gak perlu divaksin. Mereka kebal, antibodinya sudah kuat. Prioritas yang lemah dan potensi kena covid. Untuk yang melawan, ancam dengan hukum. Jangan lunak, jangan lemes, harus tegas. Kalau tidak tegas, percuma saja divaksin. Biar jadi herd community.”

“Pemohon paspor turun ya babah, ya biarlah, sementara jangan keluyuran ke luar negeri. Penumpang juga turun 75%, artinya hanya 25% yang bepergian. Teorinya, penularan covid bisa berkurang; tapi nyatanya tidak. Sangat mungkin, ini akibat orang-orang ignoran yang ndablek tidak patuh prokes. Mrentala tak saduki wae. Orang-orang egois itulah yang memperpanjang masa pandemi ini. Bukan memperpendeknya.”

“Ditambah produsen-produsen hoaks! Mereka makin memperkeruh suasana. Berantas mereka, kerahkan lebih banyak tim siber, kejar sampai ke lubang tikus sekalipun. Jika tidak, pandemi ini bisa lebih lama dari perkiraan para ahli. Padahal, dengan kondisi sekarang saja, ada dokter ahli yang menyarankan untuk bermasker hingga 4 tahun ke depan. Barulah setelah itu pandemi akan lenyap. Tapi, kalau pandemic fatigue dibiarkan, semua itu tidak akan tercapai. Percaya padaku!”

Dulremek bertingkah seperti orang yang sedang berorasi. Remote televisi dianggapnya sebuah mikrofon. Sebentar dipegang tangan kiri, sebentar kemudian pindah ke tangan kanan, bergantian dengan gerakan tangan yang bergestur . Dia berpidato, mengajak orang lain untuk tetap waspada, dan selalu berdoa kepada Tuhan. Para tetangga hanya menyimaknya.

Dulremek tidak menyadari akan kehadiran perwakilan jamaah “Sinau Urip”. Dia tetap berpidato, tatkala para tamu memasuki rumahnya. Sosok misterius itu masih manjing di dalam dirinya. Dia semakin ngelantur tentang krisis kedelai dan daging—juga tentang proses penyidikan kasus korupsi, ujaran kebencian, kerumunan, dan sebagainya….

Di ruang tamu, para perwakilan jamaah Sinau Urip berkumpul. Hadir pula Kiai Sholeh yang akan membantu mereka untuk merukyah Dulremek. Dulgemuk menyambut mereka dan merundingkan sesuatu. Lalu, Kiai Sholeh, yang juga ahli rukyah itu, memimpin doa para jamaah untuk kesembuhan Dulremek. Khusyu’ sekali mereka berdoa; di luar sana Dulremek masih terdengar berpidato.

Sejurus kemudian, Kiai Sholeh keluar dari ruang tamu dan menghampiri Dulremek. Dipegangnya jidat Dulremek, sambil berkomat-kamit, sesekali dia menyuruh sosok itu pergi dari Dulremek. Ada perlawanan, memang, tetapi Kiai Sholeh terus melancarkan doa-doanya. Dulremek pun jatuh terkapar. Dia berkelejatan beberapa saat, lalu kelihatan lemas.

Dulremek perlahan melihat Dulgemuk dan kawan-kawan yang mengelilinginya. “Mengapa kalian datang ke sini? Ada keributan apa ini?” Yang ditanya hanya saling memandang. Senyum mereka cukuplah menjadi jawabannya.[]

Kabede Gresik, 25-01-2021

*Much. Khoiri adalah dosen Sastra/Kajian Budaya/Creative Writing, penggerak literasi, blogger, dan penulis buku dari Jalindo dan Unesa Surabaya. Tulisan ini pendapat pribadi.

4 comments:

  1. Replies
    1. Tidak mudah membuat ramai. Perlu sedikit tambahan waktu. Makasih, Her

      Delete
  2. Catatannya mantap guyon parikena. Berawal dari judul terbawa ingin membacanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih, Bu Khusnul. Istilah guyon parikena hadir di sini

      Delete

Terima kasih banyak atas apresiasi dan krisannya. Semoga sehat selalu.

Dulgemuk Berbagi (6): TULISAN MENUNJUKKAN PENULISNYA

Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...

Popular Posts