Inilah Ruang Kreatif untuk Refleksi dan Narasi Literasi: Corong Virus Emcho Menyuarakan Pikiran, Imajinasi, dan Emosi Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Gigih Berjuang Lewat Tulisan!

Friday, October 9, 2020

MENULIS FRAGMEN NARASI, BERBAGI LITERASI DIRI: Sebuah Kata Pengantar

Oleh: Much. Khoiri 

Ketika kita menyimak kisah sukses Bill Gates atau Jack Ma, kita sejatinya hanya menyimak fragmen hidup mereka yang dinarasikan. Mungkin lewat rekaman video yang di-youtube-kan, mungkin lewat tulisan yang dibukukan, mereka berbagi tentang bagaimana meraih kesuksesan dalam bisnis dan hidup.

Namun, ibarat drama, itu bukan sebuah lakon utuh, itu bukan narasi mereka seutuhnya, melainkan hanya fragmen alias penggalan narasi. Sebagai fragmen, hanya yang penting dan relevan sajalah yang hadir sebagai representasi pikiran dan pengalaman mereka.

Meski hanya berupa fragmen narasi mereka, tak sedikit dari kita yang terinspirasi untuk mengagumi dan mengikuti jejak mereka atau setidaknya melakukan apa yang mereka sarankan lewat narasi. Kita menemukan sesuatu yang membuat kita wajib melakukan perubahan tertentu menuju kondisi lebih baik.

Itulah kira-kira apa maksud yang hendak disampaikan dalam buku bertajuk “Fragmen Narasi Guru” ini. Dalam buku ini para guru menulis pengalaman dan hasil refleksi mereka sendiri, di tengah suasana pandemi yang amat mewarnai tugas mereka sebagai pendidik. Tak terlewat, ada hikmah, semangat, dan harapan yang ingin dibagikan kepada pembaca.

Buku ini memang tidak merajut keseluruhan isi tulisan fragmen narasi yang ada menjadi sebuah lembaran kain yang sewarna dan sebahan. Sebaliknya, ia merajut fragmen-fragmen berwarna-warni dengan judul yang tepat, sementara membiarkan pemaknaan atas teks laksana karya seni kain perca ini kepada pembaca.

Dengan kata lain, buku ini agaknya, tidak dimaksudkan untuk menggiring pembaca menuju pemaknaan tunggal dan monoton. Mengapa? Sangat diyakini bahwa pembaca adalah subjek aktif yang memiliki otoritas pemaknaan atas teks yang dihadapinya. Jadi, biarlah teks-teks tersebut yang berbicara, dan biarlah pembaca memaknainya dengan sendirinya.

Pada sisi lain, para penulis dalam buku ini, yakni para guru, menulis pengalaman mereka bukan tanpa alasan dan tujuan. Disadari atau tidak, mereka sedang dan telah meliterasi diri—mendidik diri menghayati literasi membaca dan menulis pengalaman dengan aneka ide dan gayanya. Dan itu bukan tindakan sepele, melainkan bisa jadi perjuangan yang tidak main-main.

Ada perjuangan yang harus dimenangkan, bukan hanya mengalahkan berbagai kesibukan yang menumpuk, melainkan juga harus keluar dari selongsong kemalasan yang telah menyelimuti sekian tahun lamanya. Menulis itu keluar dari zona nyaman, memasuki zona baru literasi diri.

Literasi diri harus dihayati sendiri oleh para penulis, tidak bisa diwakilkan, dalam rangka memantaskan diri sebagai figur teladan bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Jika mereka telah suka membaca dan menulis, tidak sulit bagi mereka untuk mengajak orang lain.

Mungkin mereka tidak sadar bahwa tulisan fragmen narasi mereka kelak menggugah pembaca untuk melakukan hal yang sama. Entah ini keajaiban atau peristiwa tansendental—yang jelas itu sesuatu yang absurd, hadir di luar nalar waras kita. Kita hanya yakin, bahwa setiap tulisan, sebagaimana perkataan, menemukan pembaca atau penikmatnya sendiri.

Pertanyaannya, apakah literasi diri yang dituliskan berupa fragmen narasi akan mempengaruhi alam pikiran dan tindakan pembaca? Waktulah yang akan membuktikannya. Namun, jauh di lubuk hati, para penulis pastilah berharap demikian. Setidaknya, kita yakin bahwa, ketika menulis, mereka sejatinya sedang bertindak sebagai “agen perubahan” dalam literasi.

Sebagai agen perubahan, selain mengkomunikasikan gagasan dan pengalaman, mereka juga menggantungkan harapan lewat pesan dalam fragmen narasi yang diteladankan. Mereka telah berani menulis, maka berani pulalah mereka mengajak pembaca untuk menulis. Mereka tidak “omdo” alias omong doang, melainkan membuktikannya lewat karya nyata.

Sejauh itu, tentu kita berharap buku ini akan menemukan nasib terbaiknya, yakni menjadi hikmah dan inspirasi yang terindah bagi pembaca untuk dikembangkan menjadi wacana atau tulisan yang baru. Jika hal ini terwujud, ekspektasi terpendam dari para penulis dalam buku ini terbayar lunas.[]

Driyorejo, 9 Oktober 2020

*Much. Khoiri adalah dosen, penggerak literasi, editor, dan penulis 45 buku dari Universitas Negeri Surabaya. Buku terbaru berjudul “SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan, Edisi Revisi” (2020).

Tuesday, October 6, 2020

MERAUP BERKAH, BERBAGI HIKMAH: Sebuah Kata Pengantar

Sumber gambar: Dokumen Penulis
Oleh Much. Khoiri

ALANGKAH lemahnya kita sebagai manusia. Ketika kita diuji dengan kesulitan atau ketidaknyamanan, rasanya hati ingin mengeluh, memprotes, bahkan memberontak—jauh dari rasa syukur. Terlebih tatkala kita dicerabut dari tempat yang sangat membahagiakan, rasanya kita ingin menangis dan mengutuk nasib—kadang ngrasani Tuhan mengapa ujian itu ditimpakan pada kita.

Pemberontakan semacam itu tentu bergejolak pada hari-hari tatkala ujian mulai dijalani. Kita belum tahu rahasia apa di balik semuanya. Hati kita masih terselimut amarah, belum menjadi tenang. Maka, waktu demi waktu, kita belajar memungut percik-percik makna di sana, dan dari situlah kita mulai memahami bahwa apa yang diujikan kepada kita hanyalah untuk meningkatkan kemuliaan. Emas dan mutiara akan kelihatan wujudnya setelah ditempa dan digosok. Ternyata, setelah waktu berlalu, ada berkah-berkah yang harus diraup dan bahkan layak dibagikan kepada sejawat.

Inilah yang agaknya hendak disampaikan oleh penulis buku ini, Sri Rahayu M.Pd. Dalam buku bertajuk “Meraup Berkah di Sekolah Baru” ini penulis memaparkan dengan indah (meski isinya bukan tentang hal-hal indah) pengalamannya menjadi guru mutasi: dari sekolah yang telah menyamannya selama 25 tahun ke sekolah baru. Semula dia melihatnya sebagai sesuatu yang berat, namun dengan man jadda wajada, dia menjadi kuat menapaki setiap langkah di tempat barunya.

Penulis buku ini telah berusaha mengubah stigma negatif tentang mutasi—bahwa mutasi itu berarti turun harga diri, bahwa mutasi itu berarti ada kesalahan yang dilakukan, bahwa mutasi itu diakali orang lain. Stigma negative itu harus diubah dan diluruskan. Yang benar, mutasi hanyalah peristiwa biasa, sunnatullah, dinamika, yang tak perlu ditangisi, melainkan perlu diterima sebagai wahana pengabdian yang baru.

Penulis mencurhatkan pengalamannya ke dalam lima-belas artikel (catatan harian yang ditambah dengan refleksi) dengan gaya bebas dan indah, kadang dibumbui ungkapan filosofis. Namun, maksud penulis dapat kita tangkap dengan baik dari gaya bahasa yang enak dari setiap tulisan yang ada. Flow of thought-nya enak diikuti, dan bahasanya lancar dan menjenakkan pembaca.

Justru dengan gaya bahasa semacam itu, agaknya, penulis ingin mendekat kepada pembaca, ingin berbagi, bukan menggurui. Untuk apa? Untuk mengabarkan betapa melimpahnya berkah yang dia raup dari penghayatan sebagai mutan di sekolah baru. Pada saat sama, dia juga ingin membagikan hikmah-hikmah yang dipetiknya kepada para pembaca agar semua itu menjadi pelajaran hidup yang penting.

Tentu, saya mengapresiasi keberanian penulis untuk menyusun dan menerbitkan buku ini. Tidak banyak guru yang berani mencurhatkan pengalaman kurang-enaknya kepada pembaca. Namun, saya menangkap, penulis justru wajib mengabarkan bahwa mutasi bukanlah hukuman, melainkan ujian yang justru akan menambah keberkahan.

Akhirnya, saya ucapkan selamat kepada penulis yang telah berhasil menerbitkan buku pertamanya. Ini capaian yang luar biasa—sesuatu yang telah diimpikannya sejak lama. Tentu saya berharap, buku ini bukanlah terminal akhir, melainkan terminal pertama dalam sebuah perjalanan panjang terdiri atas belasan atau puluhan terminal. Dan pada setiap terminal, dia berkabar tentang berkah dan berbagi hikmah.[]

*Much. Khoiri adalah dosen, penggerak literasi, editor, dan penulis buku dari Universitas Negeri Surabaya. Buku terbaru berjudul “SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan” (edisi revisi, 2020). 

 

Dulgemuk Berbagi (6): TULISAN MENUNJUKKAN PENULISNYA

Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...

Popular Posts