Sumber: Dok. Pribadi |
Menulis adalah sebuah keberanian
(Pramoedya Ananta Toer)
Manusia adalah apa yang dilakukan secara berulang.
Manusia yang tekun dalam suatu bidang kemungkinan besar akan memetik hasil yang
membahagiakan. Teori 10.000 jam merupakan teori yang membuktikan bahwa
kepakaran/ keahlian berhubungan dengan jam terbang seseorang menekuni suatu
bidang.
Ketekunan adalah sebuah habitus. Ketekunan dan
konsistensi adalah sebuah pembeda masing-masing persona. Persona inspiratif yang
akan dibahas dalam tulisan berikut sungguh layak dijadikan suri teladan. Kata
dan tindakannya senantiasa seiring sejalan.
Beliau tak lelah mengedukasi dengan beragam
tindakan, khususnya menyebarkan virus literasi. Ragam artikel, buku pribadi,
buku antologi, menjadi pembicara seminar daring atau luring adalah jejak bahwa
selama hayat dikandung badan beliau senantiasa bergiat tanpa henti di jalur
literasi.
Menginspirasi dengan Berkarya
Sosok ini memberikan kesan mendalam bagiku. Ia
merupakan sosok inspiratif yang membimbing secara tidak langsung melalui buku Rahasia TOP Menulis (RTM, 2014). Kisah
beliau dalam buku sungguh memotivasi penulis kala itu. Isi buku RTM menghimpun
42 tulisannya yang disatukan dalam tiga tema besar, pertama: Tegaskan Alasan
Menulis. Kedua, Ayo Tulis yang Kita Tahu. Terakhir, Rahasia TOP Menulis.
Perkenalan melalui buku RTM memantik gelora penulis
untuk berani suatu saat mengikuti jejaknya dalam menulis, lalu menerbitkan
buku. Berbekal mempratikkan isi buku RTM penulis tak gentar mengikuti beragam
lomba menulis. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Dua artikel penulis lolos untuk
diterbitkan dalam buku antologi, Presiden
Jokowi: Harapan Baru Indonesia (Elex Media) dan 3 Tahun Pencapaian Jokowi: Kinerja Presiden dalam Catatan Warga (Bening
Pustaka).
Di tahun 2020 ini keajaiban terjadi. Penulis
mendaftar untuk mengikuti pelatihan menulis daring melalui aplikasi WA (what's app). Pelatihan menulis daring
ini diinisiasi oleh penulis, guru, dan trainer, Wijaya Kusumah (OmJay). Dalam
pelatihan daring tersebut terdiri dari 20 sesi. Ternyata, penulis buku RTM
menjadi salah satu pembicara pada sesi ketujuhbelas bertema, Menjadi Editor dan Penyunting Naskah yang
Baik.
Dalam sesi tersebut, beliau membekali peserta
pelatihan kiat-kiat menghasilkan tulisan yang bernas dengan terlebih dahulu
memerhatikan proses dari membuat draf, memoles, dan melengkapi tulisan. Selain
itu, beliau juga menekankan pentingnya swasunting. Dalam swasunting perlu
memerhatikan isi dan struktur pengembangan tulisan. Tidak lupa beliau berpesan
untuk para penulis membekali diri dengan pengetahuan kebahasaan intralinguistik
dan ekstralinguistik. Dua pengetahuan tersebut perlu dikuasai agar hasil
suntingan memenuhi standar penyuntingan.
Seusai pelatihan penulis mengirimkan pesan melalui
WA ke beliau untuk memesan buku-bukunya yang lain. Penulis memesan SOS (Sapa Ora Sibuk): Menulis dalam
Kesibukan (2015), Virus Emcho:
Berbagi Epidemi Inspirasi (2017),
Write or Die: Jangan Mati Sebelum Menulis Buku (2017), Mata Kata: Dari Literasi Diri (2017), dan Writing is Selling (2018).
Tiga hari berselang semua judul buku pesanan tersebut tiba. Tak sabar segera
membuka dan membacanya.
Hampir sebagian besar buku yang beliau tulis
berkaitan dengan habitus membaca, menulis, dan menerbitkan buku. Pada buku Writing is Selling, beliau menampilkan
48 artikel yang dikelompokkan dalam lima pokok pembahasan: menata mindset, menjaga spirit, menjaring inspirasi, berkarya setiap
hari, dan menuju writerpreneur.
Lembar demi lembar halaman isi buku sungguh
menyiapkan pembaca untuk memiliki pola pikir kreatif dan berkelanjutan dalam
menjaga semangat menulis. Menjaga semangat untuk menulis setiap hari perlu nutrisi
otak, hati, dan tangan. Nutrisi penyemangat otak berkaitan dengan menulis
adalah tindakan berkomunikasi, berguru kepada penulis ahli, dan menjual karya
kepada khalayak umum.
Sedangkan, nutrisi hati berkaitan dengan kepekaan diri
bahwa menulis memerlukan momen permenungan mendalam terhadap suatu peristiwa. Terakhir,
nutrisi tangan berkaitan dengan tindakan menulis yang meninggalkan warisan
tertulis nan abadi. Tidak lupa di bab tiga dan empat dalam buku diberikan kiat
untuk menjaring ide-ide penulisan yang kelak dapat menuntun para pembaca
memiliki kebiasaan untuk menulis setiap hari.
Bagian penutup buku, Menuju Writerpreneur memungkasi pembahasan keseluruhan isi buku. Di
bagian ini beliau memberikan kiat-kiat praktis memasarkan buku (h.187).
Terdapat enam jurus yang dapat dijadikan inspirasi untuk menjadi writerpreneur.
Pertama, seseorang harus serius menulis. Serius
berkaitan dengan totalitas dan konsistensi. Melalui totalitas dan konsistensi
seeorang dapat mahir menulis. Kedua, berani mencoba mengunggah tulisan di blog
dan berani mengirimkan ke media massa. Berani mencoba itu baik. Dengan intens
mencoba mengunggah tulisan di blog atau mengirimkan tulisan ke media massa sangat
membantu bagi seseorang untuk meningkatkan kemampuan dalam menulis.
Ketiga, menulis buku. Setelah rutin mengunggah
tulisan ke blog atau mengirimkan ke media massa perlu bersegera menulis buku. Buku
adalah simbol identitas penulisnya (h.188).
Keempat, menulis buku laris layak jual. Setelah
mampu menulis buku, maka perlu menaikkan impian untuk menulis buku laris.
Menulis buku laris perlu peka dan jeli membaca tren dan kecenderungan minat
baca masyarakat.
Berikutnya, mampu memasarkan karya. Menjadi penulis
juga perlu memahami pemasaran karya. Di era kiwari semakin memudahkan seorang
penulis untuk memasarkan karya melalui WA grup, Telegram, Line grup, blog,
beragam forum, dan Instagram. Dengan terampil memasarkan karya sendiri, lambat
laun seorang penulis dapat memiliki manajemen writerpreneurship. Menulis menjelma layaknya suatu perusahaaan
pribadi. Selain menjual karya sendiri, melalui writerpreneurship seorang penulis dapat mengembangkan langkah lebih
jauh untuk mengurus tentang pelatihan, pendampingan, dan penerbitan (h.189).
Dalam tiap bukunya, beliau memberikan beragam
contoh inspiratif tentang para penulis yang dapat dijadikan panutan belajar.
Tulisan-tulisannya hadir tanpa menggurui, bahkan dalam buku SOS (Sapa Ora Sibuk): Menulis dalam
Kesibukan, beliau terlebih dahulu memohon maaf saat memberikan penegasan.
Sebab, saya tidak sekadar omong kosong. Sebaliknya,
saya telah menyiasati berbagai kesibukan untuk menulis. Mohon maaf, karena saya
menulis, saya jadi berani mengajak Anda untuk menulis pula. Sebagaimana Anda,
saya pun sibuk, namun saya selalu berusaha menyempatkan diri untuk untuk
menulis setiap hari (h.vii).
Siasat Diri dalam Menulis
Dalam buku SOS
(Sapa Ora Sibuk): Menulis dalam Kesibukan, beliau secara jitu mengungkapkan
siasat diri untuk produtif menulis meski kesibukan mendera. Beliau secara
perlahan memaparkan perlunya seseorang memiliki manajemen waktu, rajin membaca,
menentukan waktu utama untuk menulis, menyiapkan alat-alat bantu mendukung
kepenulisan, dan niat kuat dalam menulis. Itu merupakan faktor internal bagi
seorang penulis. Di sisi lain, seorang penulis juga perlu peka dan jeli
terhadap faktor eksternal seperti merekam kejadian yang dialami, mengolah apa
yang dirasakan.
Dalam buku ini beliau mengupas tuntas bahwa siapa
saja yang dapat bersahabat dengan kesibukan akan menemukan momen terbaik untuk
produktif menulis. Sebagai penyemangat, beliau pun mengingatkan agar seorang
penulis perlu memiliki hati riang dan motto diri yang dapat terus mengobarkan
semangat untuk menulis lebih banyak. Terakhir, sertakan Tuhan Yang Mahakuasa
dalam tiap usaha menulis. Niscaya tulisan yang dihasilkan mendatangkan
keberkahan bagi penulisnya dan tuan puan pembaca.
Menulis dan Keabadian
Menulis adalah bekerja
untuk keabadian
(Pramoedya Ananta Toer)
Manusia boleh tutup usia. Cara mengabadikan kisah
kehidupan yang penuh makna adalah lewat buku. Tiap kenangan kehidupan yang
telah dirapikan, lalu diterbitkan akan tetap dibaca generasi berikut, serta
dapat melintasi zaman. Buku yang diterbitkan kelak akan menjadi warisan bagi
generasi berikutnya.
Menulis atau mati merupakan motto yang dihidupi
oleh persona dalam artikel ini. Beliau yang tanpa kenal lelah mengerakkan
banyak pihak untuk menulis. Dalam buku Write
or Die: Jangan Mati sebelum Menulis Buku,
beliau memberikan tuntunan langkah demi langkah agar tiap orang bergerak untuk
menulis. Dalam buku tersebut, beliau memberikan alasan mendasar betapa perlunya
kemampuan menulis. Menulis dapat dipilih sebagai sarana perjuangan dalam
menyebarkan kebaikan dan mewarnai peradaban. Selain itu, kemampuan menulis
dapat dijadikan sarana melatih berpikir seseorang serta dapat dijadikan personal branding.
Dalam hampir tiap bukunya, beliau memberikan tips
aplikatif untuk menulis. Di buku Write or
Die, beliau memberikan tips aplikatif dalam menemukan ide secara kebetulan,
mengembangkan tulisan dengan teknik ars
poetica, menyertakan humor, dan memberikan permenungan filosofis dalam
tulisan. Sebagai pengobar semangat beliau mengungkapkan ragam keajaiban yang
dialami seusai menghidupi motto Write or
Die seperti semakin produktif menulis, lebih cepat dan fokus saat menulis,
dan tidak lekas letih. Produktivitas beliau berkat motto write or die membuatnya menjadi writerpreneur
hingga kini.
Motto write
or die tersebut menjadi gelora beliau untuk tanpa kena lelah menyemangati
tiap orang untuk mulai menulis. Beliau berpesan, jangan ragu jika tulisan masih
belum bagus atau masih berupa tulisan "sampah". Kelak dari banyak
tulisan "sampah" dapat menjelma menjadi kompos. Terakhir sebagai
pengingat, beliau menganjurkan untuk mulai menulis setiap hari.
Pendekar Literasi
Ketika kamu bicara, kata-katamu hanya bergaung
ke seberang ruangan atau di sepanjang koridor.
Tapi ketika kamu menulis,
kata-katamu bergaung sepanjang zaman
(Bud Garner)
Menulis dapat dimulai dari hal-hal sederhana. Itu
yang disampaikan beliau dalam beragam bukunya. Ungkapan tersebut hendak
menginformasikan bahwa menulis dapat dimulai oleh siapapun dengan tema yang
sederhana dan dekat dengan kehidupan. Perkara mendasar menulis adalah kemauan
diri, bukan pada kemampuan diri. Siapa pun yang mau memulai menulis, maka akan
membuktikan bahwa menulis dapat dimulai dari hari ini, mulai dari hal-hal
sederhana, dan mulai dari diri sendiri.
Sebagai pendekar literasi persona mengagumkan ini
berhasil menghidupi literasi dalam tiap nadi hidupnya. Dalam buku Mata Kata: dari Literasi Diri terekam
jelas kiprahnya. Buku ini terbagi dalam dua tema, Serba-serbi Literasi dan Serba-serbi
Menulis.
Dalam bagian Serba-serbi
Literasi, beliau mengupas beragam jejaknya menggelorakan ragam kegiatan
literasi seperti menjadi pembicara dalam beragam acara menulis dan membaca,
menghadiahi Unesa buku, menginisiasi program literasi untuk pribadi dan
keluarga, merawat semangat untuk menerbitkan karya melalui jurnal, buku, dan
majalah.
Sedangkan dalam bagian Serba-serbi Menulis, beliau mengungkapkan kiprahnya dalam menulis
buku laris, menjadi penggerak beragam komunitas, menginisiasi beberapa
penerbitan buku antologi, mewakafkan diri menjadi konsultan kepenulisan, dan
menjadi pembicara dalam beragam forum daring dan luring.
Persona mengagumkan yang telah dibahas dari awal
bernama Much. Khoiri (Mr. Emcho). Buku, pendekar literasi, dan motto menulis
atau mati adalah tiga hal yang mencerminkan Mr. Emcho. Dunia kepenulisan,
penerbitan, dan kegiatan literasi yang semakin bergeliat semarak dengan
kiprahnya.
Renjana Mr. Emcho dari beragam buku yang sudah
penulis baca menyiratkan pesan bahwa dalam tiap hela nafasnya senantiasa
mengobarkan semangat dan komitmen untuk terus menulis. Sebab, menulis itu adalah
salah satu cara menyebarkan ragam kebaikan serta menyebarkan virus literasi
adalah kerja kebudayaan.[]
*Artikel
di atas diambil dari buku karya Much. Khoiri “Virus Emcho Melintas Batas Ruang
Waktu” (Sidoarjo, Tankali, 2020), hlm. 21-29.
**Pesan
buku, hubungi HP/WA: 081331450689 / 081233838789