Inilah Ruang Kreatif untuk Refleksi dan Narasi Literasi: Corong Virus Emcho Menyuarakan Pikiran, Imajinasi, dan Emosi Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Gigih Berjuang Lewat Tulisan!

Wednesday, September 30, 2020

TURNING POINT: BUKU SEBAGAI PRASASTI KEBERANIAN (Sebuah Kata Pengantar)

Sumber gambar: Dokumen penulis
Oleh Much. Khoiri

Untuk menulis secara ajeg (rutin, istikomah), orang perlu keberanian menaklukkan berbagai hambatan internal dan eksternal yang menghantuinya. Bahkan tak jarang serentetan godaan menghadang tatkala menulis berproses. Maka, menulis ajeg adalah bukti kemenangan yang mungkin perlu dirayakan. 

Terlebih, jika menulis buku, itu benar-benar melampaui kemenangan orang tersebut, melampaui kemenangannya dalam menaklukkan hambatan internal dan eksternal dalam menulis. Menulis buku itu satu tingkat lebih tinggi dari pada menulis tulisan non-buku secara ajeg. Bahkan, menulis buku menjadi bukti sah bagi statusnya sebagai penulis. Buku menjadi semacam kartu nama bagi penulis.

Demikianlah kira-kira gambaran singkat tentang penulis buku ini, Agung Sucipto. Sesuai Prakata yang disampaikan, dia bersyukur atas hadirnya keberaniaan untuk menerbitkan buku pertamanya ini: Turning Point. Baginya, butuh waktu tiga tahun untuk menunggu kesempatan (baca: momentum) penting itu: Berani menulis buku sendiri, apa pun bentuknya. Itu sesuatu yang telah dia impikan sejak bertahun silam.

Maka, keberanian menyusun buku itu dia tindaklanjuti dengan mengumpulkan tulisan-tulisan ringkasnya yang dia pasang di dinding Facebook pada setiap hari Jumat selama dua tahun terakhir. Tulisan-tulisan ringkas itu, dia yakini, layak untuk dibukukan—dan itulah pula sebabnya timbul keberanian untuk membukukannya. Mengapa? Dia yakin bahwa setiap tulisan menemukan pembacanya.

Pada sisi lain, dia telah menaklukkan kekhawatiran (anxiety) yang menghantaui kebanyakan orang yang seprofesi dengan penulis buku ini. Banyak guru yang khawatir atau bahkan takut untuk menulis dan menerbitkan buku, sebab mereka khawatir bahwa mereka tidak mampu menulis, dan bahwa tulisan mereka tidak layak dibaca publik. Itulah yang membelenggu kebanyakan guru dalam hal berkarya.

Penulis buku ini adalah seorang guru bahasa Inggris di sebuah Sekolah Menengah Pertama di Surabaya. Profesinya sebagai guru pastilah membuatnya sangat sibuk dalam menunaikan tugas-tugasnya. Jika ada guru yang menyiasati aneka kesibukan, dan mau keluar dari zona nyaman serta mengobarkan keberanian untuk menyusun buku, itulah penulis buku ini. Dengan kata lain, buku ini menjadi prasasti keberanian penulisnya.

Dalam pengantar pendek ini saya tidak akan membahas tulisan-tulisan yang ada. Namun, saya lebih tertarik untuk membincang keteladanan penulis buku ini. Dalam dunia literasi keteladanan sangat penting maknanya. Dengan keteladanan, diseminasi literasi di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat akan menemukan kemudahannya. Dan penulis buku ini telah menunjukkan keteladanan—yakni menyusun buku dari tulisan-tulisan Jumatnya selama ini, sesuatu yang mungkin menginspirasi para pembaca.

Dengan demikian, penulis buku ini termasuk salah satu manusia langka di antara guru-guru sejawatnya, sebab kebanyakan guru belum menulis buku. Bahkan, di antara Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Inggris se-Surabaya, guru penulis belumlah banyak jumlahnya. Penulis buku ini menambah daftar nama guru penulis yang langka tersebut.

Tentu saja, secara pribadi, saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada penulis buku ini atas keberanian untuk menerbitkan bukunya. Saya teringat pertama kali saya menerbitkan buku pertama kali pada tahun 2011, meski sesungguhnya saya telah menekuni menulis sejak 1986/1987. Sungguh, keberanian itu mahal harganya! Namun, ketika keberanian menemukan hasilnya, hadirlah sebuah kebahagiaan dan kebanggaan.

Saya berharap, penulis buku ini terus merawat keberaniannya dalam menyusun buku, sehingga ke depan akan lahir buku-buku lain dari kreativitas dan sentuhan tangannya. Pada sisi lain, saya berharap keteladanan yang dia berikan menginspirasi para pembaca untuk membangkitkan keberanian mereka sendiri melakukan hal yang sama.

Akhirnya, untuk pembaca budiman, selamat membaca buku ini, dan selamat menemukan hikmah serta inspirasinya. Mudah-mudahan pembaca budiman, selepas membaca buku ini, segera membangkitkan keberanian untuk segera menulis buku sendiri. Hanya dengan begitu, buku ini menemukan signifikansinya.[]

Driyorejo, 26/9/2020

*Much. Khoiri adalah dosen, penggerak literasi, editor, dan penulis 42 buku dari Universitas Negeri Surabaya. Kata pengantar ini pendapat pribadi.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih banyak atas apresiasi dan krisannya. Semoga sehat selalu.

Dulgemuk Berbagi (6): TULISAN MENUNJUKKAN PENULISNYA

Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...

Popular Posts