Sumber gambar: Dok. Pribadi |
Oleh:
MUCH. KHOIRI
Cinta seakan tidak pernah habis untuk dibahas dan diekspresikan
ke dalam ungkapan bahasa. Cinta telah menyusup ke dalam karya-karya fiksi dan
nonfiksi sepanjang sejarah manusia, namun ia tetap tidak pernah kehilangan
eksistensinya. Ia telah berkembang setiap masa. Sebab, cinta itu sebuah
substansi, sedangkan perbedaan waktu telah memungkinkan cinta mengambil
variasinya sendiri.
Tentu, cinta merupakan bagian dari hidup dan pengalaman
manusia. Sepanjang manusia berubah, berubah pulalah bentuk ekspresi cintanya,
meski substansinya sebenarnya tetaplah sama. Air tetaplah air, namun kini air dapat
dikemas ke dalam gelas, botol, galon, dan sebagainya. Rasanya sama, kemasannya
berbeda.
Substansi hakikatnya endapan, bukan yang beriak-riak atau
bergelombang di permukaan. Hanya dengan ketenangan, substansi terasa sebagai
keindahan yang membahagiakan. Penulis
buku ini menyebutnya “cinta dalam diam”, sebuah ekspresi untuk menikmati
substansi cinta dalam ketenangan, serta mencecap keindannya dalam keterdiaman.
“Cinta dalam Diam” adalah salah satu cerita pendek dari
buku kumpulan cerpen ini, yang agak dapat mewakili tema keseluruhan, yakni
variasi-variasi cinta manusia. Agaknya penulis telah sengaja memilih tema ini untuk
mengekspresikan gagasan dan imajinasinya tentang cinta dalam arti luas ke dalam
karya sastra.
Sahkah hal ini dilakukan? Mengapa tidak? Sastra bukan
semata imajinasi, apalagi khayalan tanpa isi. Sastra adalah abstraksi hidup
manusia beserta pengalamannya. Artinya, sastra dapat diciptakan berdasarkan
fakta dan ditambah imajinasi. Inilah yang ditempuh oleh penulis buku ini. Lebih
dari semua itu, setiap penulis memiliki ars
poetica sendiri.
Dalam prakatanya, penulis buku
ini mengakui: “[Buku] cerpen Cinta Dalam Diam ini terlahir setelah penulis mengakomodir
beberapa ide/gagasan yang muncul dalam realita kehidupan sehari-hari. Ide/gagasan
itu dibumbui rekayasa konflik dan dipadukan dengan sejumlah deskripsi imajinasi
dari kehidupan nyata. Ada pun akhir cerita disesuaikan dengan keselarasan hidup
yang penulis tentukan.”
Gabungan fakta dan imajinasi
hadir di dalam belasan cerpen yang terhimpun dalam antologi ini. Masing-masing
memantulkan kisah hidup dan pengalaman manusia yang dijumpai penulis, dan
kemudian diimajinasikannya dengan intensitas tertentu, hingga cerpen-cerpen
mewujud menjadi teks sastra yang maknanya dapat ditangkap dan ditafsirkan oleh
pembaca. Tak ketinggalan, ada nuasa dan warna cinta di dalamnya.
Meski demikian, saya sendiri
tidak dalam posisi menilai atas kualitas setiap cerpen dalam buku ini.
Sebaliknya, saya lebih berminat untuk memberikan apresiasi tinggi kepada
penulisnya. Mengapa? Penulis buku ini adalah seorang guru—yang kemudian dapat
disebut guru penulis. Guru penulis tidaklah banyak jumlahnya, meski dewasa ini
berbagai pelatihan telah gencar dilakukan untuk mencetak guru-guru penulis.
Dengan kata lain, penulis buku ini termasuk manusia langka.
Keberaniaan penulis menghimpun
cerpen-cerpen yang telah dia tulis merupakan upaya kultural yang luar biasa.
Itu sebuah praktik literasi yang tidak sebarang guru mampu melakukannya.
Perjuangan yang dia tunjukkan patutlah memperoleh acungan jempol dobel dari
para penggerak literasi dan masyarakat umum.
Agaknya penulis buku ini hendak
memberikan keteladanan kepada sesama guru, dan seakan berpesan bahwa untuk
menggerakkan literasi guru harus siap menjadi teladan literasi. Guru perlu
menjadi teladan, bukan hanya untuk sesama guru di sekolahnya sendiri, melainkan
juga untuk guru dan siswa di berbagai sekolah lain di negeri ini serta masyarakat
umum.
Akhirnya, selamat membaca dan
mengeja cinta dalam diam. Selamat menjelajahi hamparan makna dari cerpen-cerpen
dalam buku ini. Mudah-mudahan pembaca nanti mampu memetik hikmah dan inspirasi
yang mencerahkan untuk menghayati praktik-praktik literasi selanjutnya. Dengan
demikian, pembaca akan mampu menjadi subjek aktif yang menghidupkan kontinuitas
peradaban.[]
Gresik, 15 November 2019
*Artikel ini adalah
epilog untuk buku Iyus Yusandi berjudul “Cinta
dalam Diam” (Pandeglang,
Banten: Penerbit Komentar, 2019). Terima kasih disampaikan kepada penulis
buku dan penerbit.
**Pesan
buku, hubungi HP/WA: 081331450689 / 081233838789
Membaca tulisan Bapak sangat menyenangkan, penuh dengan petuah hidup dan pembelajaran, terima kasih
ReplyDeleteMantap, Mister
ReplyDeleteSaya juga ngikut ngacungi jempol double pak Pak Dosen. moga kian banyak guru penulis.Apresiasi pak Dosen juga mantab
ReplyDeleteJudulnya saja dahsyat.
ReplyDeletePasti isinya juga membakar pembaca untuk lebih bergairah lagi dalam berliterasi
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteCerpen karya guru ada sisi unggulannya. Ok..
ReplyDelete👍👍
ReplyDeleteMembaca epilognya seakan saya sedang menikmati isinya...
love it
ReplyDeleteUraian Abah terkait isi buku tsb membuat kami mendpt ilmu ttg cinta & satra...
ReplyDelete