Sumber gambar: Dok. Pribadi |
Oleh: Much. Khoiri
APAKAH Anda pernah
merasakan kemandekan dalam menulis, baik mandek di tengah jalan maupun mandek
di ujung jalan tapi tidak bangkit kembali? Jika jawaban Sahabat ya, lanjutkan
membaca tulisan ini. Jika jawabannya tidak, segera tutup dan lupakan.
Setahu saya, siapa pun
penulis mengalami “writer’s block”, kemandekan menulis. Hanya porsinya yang
berbeda, juga bagaimana menghadapinya. Namun, jika ditelusuri, sumbernya pada
sikap mental penulis itu sendiri. Bagaimana mengatasinya juga bergantung pada
sikap mentalnya.
Sikap mental
positif untuk menggilas kemandekan menulis, di antaranya, adalah membuat dan
menegakkan motto yang membakar semangat dan spirit menulis dan mengubah
kebiasaan menulis. Motto ini harus menjadi daya dorong (untuk berkarya) dan
daya tahan (menghalau godaan) yang kokoh bagi penulis.
Sejak 2013 saya
punya motto yang membakar dan mengubah spirit menulis. Yakni, write every day, menulislah setiap hari.
Terinspirasi Prof. Imam Suprayoga, motto itu benar-benar cespleng, sungguh membakar dan mengubah spirit menulis saya. Saya
merasakan dahsyatnya the power of motto.
Motto itu saya
pasang di sejumlah tempat agar selalu tampak di mata dan tervisualisasikan di
dalam benak. Ia saya pasang di pintu ruang kerja, meja kerja, layar laptop, wallpaper ponsel, papan agenda harian, dashboard mobil, dan sebagainya.
Pokoknya, harus terlihat sewaktu-waktu. Ia harus jadi pengingat (reminder) paling setia dan tegas!
Dengan motto itu,
saya segera bangkit ketika malas, dan mencari kesempatan dalam kesempitan pun
untuk (merancang atau) menulis. Jika ada gangguan atau godaan, motto itu
menguatkan saya agar tidak mudah berpaling. Apalagi kemudian saya menetapkan
pukul 03.00 sebagai waktu kreatif saya, maka motto itu bekerja sangat dahsyat.
Itu yang telah saya rasakan selama ini.
Dua tahun kemudian,
motto itu saya tingkatkan menjadi “Write or Die” (Menulis atau Mati!). Ini
lebih kenceng lagi. Menulis setiap hari sudah jadi kewajiban yang harus
ditunaikan. Menulis dalam segala kesibukan pun harus jalan. Jika tidak menulis
sehari saja, itu adalah utang satu tulisan dan harus dilunasi di hari lain.
Itulah mengapa
sejak 2013 produktivitas menulis saya cukup tinggi, baik buku mandiri,
antologi, artikel ilmiah, esai kreatif, atau karya sastra. Hingga Januari 2017
ini saya sudah menerbitkan 29 judul buku, baik mandiri maupun antologi. Tulisan
genre (ragam) lain, entah berapa puluh, saya tidak hitung di sini. Semua itu
berkah motto yang mendarah-daging itu.
Sekarang, silakan
Sahabat menciptakan sebuah motto yang paling menggetarkan, menggerakkan,
membakar dan menjaga spirit menulis Sahabat. Jangan membuat sesuatu motto yang
mustahil dijalankan, namun yang paling bisa dilakoni dengan aksi nyata. Kalau
sudah jadi, Sahabat boleh memasangnya di mana pun Sahabat suka, agar jadi reminder setia dan tegas sewaktu-waktu.
Dengan izin Allah,
mudah-mudahan motto itu membuat Sahabat selalu istiqamah menulis dengan niat
berbagi pengetahuan dan kebaikan. Kemudian, buktikan berapa buku yang kelak
akan Sahabat selesaikan dan terbitkan. Hingga waktu itu tiba, kita perlu tetap
saling berbagi dan saling menguatkan.[]
*Much. Khoiri:
penggerak literasi, dosen, editor, dan penulis 42 buku dari Unesa Surabaya.
Keren. Terima kasih ilmunya.
ReplyDeleteSama-sama, bu guru. Semoga sehat dan kreatif selalu
DeleteTerima kasih berbaginya, Mister
ReplyDeleteOke, sama2. Semoga sehat dan kreatif selalu
DeleteTerima kasih ilmu dan motivasinya Pak
ReplyDeleteSama2, Bu. Semoga sehat dan kreatif selalu
DeleteMau saya praktikkan di RVL untuk write every Day. Terima kasih Pak Haji.
ReplyDeleteMantab, b hajjah. Semoga sehat dan kreatif selalu
DeleteSerasa bernafas...aktifitas nulis itu. Ok
ReplyDeleteMakasih banyak, Pak Sutanto. Semoga sehat dan kreatif selalu.
DeleteTerimakasih membangkitkan semangat daya cipta yg selama ini masih tidur
ReplyDeletePak KOmar, makasih banyak. Semoga sehat dan kreatif selalu
DeleteTerima kasih untuk ilmu dan motivasinya master.
ReplyDeletePak Agung, Makasih nggih. Semoga sehat dan kreatif selalu
Delete