Inilah Ruang Kreatif untuk Refleksi dan Narasi Literasi: Corong Virus Emcho Menyuarakan Pikiran, Imajinasi, dan Emosi Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Gigih Berjuang Lewat Tulisan!

Wednesday, April 29, 2020

MENDIDIK DIRI MENULIS

Sumber gambar: Dok. Pribadi

Oleh: Much. Khoiri

MENDIDIK diri menulis juga membangun dan menjaga spirit. Filosofinya, mendidik orang lain agar menjadi apa yang kita inginkan, tidaklah mudah. Lebih sulit lagi adalah mendidik diri sendiri agar mampu mendidik orang lain untuk menjadi apa yang kita inginkan. Terlebih, makna mendidik diterapkan secara sportif dan adil. 
Untuk membuat orang lain memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku sejalan dengan apa yang kita inginkan, kita harus memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku yang patut dididikkan. Implikasinya, kita harus bisa dijadikan cermin atau suri tauladan.
Seorang kiai, pendeta, pedanda, atau tokoh religi lain harus sudah ahli dalam kitab suci yang merupakan pedoman dan pegangan untuk berdakwah. Dia juga mengamalkan dzikir, semedi, sembahyang atau ritual lain dengan sebenar-benarnya. Lalu, perilaku kesehariannya mencerminkan kesalehan kalbu dan jiwanya.
Jika ada kiai, pendeta, pedanda, atau tokoh religi lain tidak lagi mengamalkan dzikir, semedi, sembahyang atau ritual lain; dan  perilaku kesehariannya tidak lagi mencerminkan kesalehan kalbu dan jiwanya; maka gugurlah predikatnya sebagai kiai, pendeta, pedanda, atau tokoh religi lain.
Mendidik diri adalah memperdalam pengetahuan dan memperluas wawasan mengenai sesuai yang kita didikkan kepada orang lain. Mendidik diri juga membangun sikap dan perilaku agar patut diteladani; karena itu, ia harus menghayatinya lebih dulu sebelum menerapkannya pada orang lain.
Ada ilustrasi yang relevan. Keimanan orang beriman harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Aristoteles, kebajikan dalah praktik, bukan sekadar perasaan atau keyakinan. Susanto (2008: 175) menulis: Kebajikan diekspresikan melalui tindakan, bukan kata-kata. Buka apa yang Anda harapkan, Anda inginkan, atau maksudkan, hanya apa yang Anda lakukan yang akan menunjukkan karakter sejati....Dan kebajikan hanya bisa dipraktikkan bukan dikatakan. Jadi anak-anak akan melihat praktik, yang dikerjakan orangtuanya daripada yang sekadar diucapkannya. Maka anakn yang kita didik kebajikan akan melihat kesesuaian antara yang kiat ucapkan dan lakukan. 
Ilustrasi tersebut mengisyaratkan, bahwa kita harus mempraktikkan kebajikan, bukan hanya mengatakannya, atau memerintahkannya. Jika kita berhasil mendidik diri, tidaklah sulit bagi kita untuk mendidik orang lain. Orang lain akan mendengarkan apa yang kita katakan, dan mencontoh atau terinspirasi apa yang kita lakukan. Bahkan, amat mungkin dia berkembang lebih baik dari pada harapan kita.
Demikian pun dalam hal menulis. Misalnya, dosen yang suka menulis tak akan berkesulitan menugasi mahasiswa untuk menulis. Dia bukan omong kosong, asbun (asal bunyi), karena dia juga menulis. Dengan begitu, apa yang dia ajarkan dan didikkan kepada mahasiswa memiliki daya pengaruh yang kuat, signifikan, dan mengesankan.
Coba bayangkan, bagaimana pandangan mahasiswa yang ditugasi menulis oleh dosen yang hampir tak pernah menulis? Di depan sang dosen mungkin saja mahasiswa itu tampak takdzim dan oke-oke saja. Namun, amat mungkin, mereka ngrasani begini, Ah, teori melulu.  Mana buktinya?”
Rasan-rasan semacam itu representasi kekurangpercayaan mahasiswa terhadap sang dosen.  Mahasiswa belum merasa yakin bahwa sang dosen juga mampu menulis,  sesuatu  yang selalu diperintahkan kepada mahasiswa untuk melakukannya. Seharusnya dia menunjukkan bahwa dia kredibel dan membangun kedekatan dengan mahasiswa. Guna membuktikan keandalanya, dia seharusnya juga menulis.
Kekaguman saya terhadap Prof. Budi Darma sudah tumbuh sejak saya duduk di bangku SMA tahun 1982-1985. Kekaguman itu membuncah saat beliau memberikan kuliah di kelas saya Literary Appreciation, lalu menjadi bapak dan kolega senior saya di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Hingga kini pun, dalam menulis, beliau adalah satunya kata dan perbuatan!   
Begitulah, mendidik diri juga membudayakan diri dalam apa yang kita tularkan kepada orang lain. Kita harus membudayakan diri dengan mengaji, shalat, bersedekah, dan sebagainya sebelum kita mendidik anak-anak untuk membudayakan hak serupa.  Demikian pula kita harus membaca dan menulis dulu sebelum mengajak orang lain membaca dan menulis.[]
*Much. Khoiri: penggerak literasi, dosen, editor, dan penulis 42 buku dari Unesa Surabaya.

3 comments:

  1. Seperti kata pepatah Arah: al ilmu bila amalin ka as-syajaeri bila tsamarinl.

    Keren

    ReplyDelete
  2. Menulis sebuah aktivitas yang memutar segala potensi diri.

    ReplyDelete

Terima kasih banyak atas apresiasi dan krisannya. Semoga sehat selalu.

Dulgemuk Berbagi (6): TULISAN MENUNJUKKAN PENULISNYA

Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...

Popular Posts