Sumber gambar: Dok Pribadi |
DALAM sebuah wawancara ulas buku dengan Radio Unesa belum lama ini, ada pertanyaan menarik dari host: “Apakah motivasi Anda menerbitkan-ulang buku SOS?” Yang dimaksud SOS adalah “SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan” (edisi revisi, 2020). Dan saya sebagai penulis buku diminta untuk menjelaskannya. Harapan saya, catatan berikut ini lebih lengkap dari pada yang streaming radio atau di youtube.
Yang pertama dan mendasar, saya menerbitkan-ulang buku itu untuk memenuhi kewajiban menulis saya. Ya, menulis itu bagi saya wajib hukumnya, wajib sebagai sebuah ibadah yang harus saya tunaikan—sama dengan ibadah-ibadah lain. Dengan menerbitkan SOS edisi revisi itu, kewajiban menulis buku saya terbayar lunas. Tiada utang yang harus saya bayar lagi. Setidaknya hingga buku terbit.
Jujur saya tegaskan, kewajiban menulis ini semula saya abadikan di dalam buku “Write or Die: Jangan Mati sebelum Menulis Buku” (2017). Dalam buku itu, saya turunkan dari perintah Allah dalam QS Al-Alaq 1-5. Membaca tentu perlu ada sesuatu yang dibaca, dan yang dibaca adalah teks; sementara, teks harus diproduksi lewat kegiatan menulis. Maka, menulis sama wajibnya dengan membaca. Jadi, sejak 2017 itu, menulis jadi ibadah yang wajib saya tunaikan; jika tidak, saya akan berdosa.
Kedua, tuntutan teman dan pembaca. Baik langsung maupun tak langsung, banyak teman dan pembaca yang ingin membaca buku SOS, sebab mereka penasaran, berkat promosi buku yang saya lakukan di medsos atau forum pelatihan. Dalam promosi, saya selalu menyebut 5 buku teori menulis saya: Rahasia Top Menulis (2014), Pagi Pegawai Petang Pengarang (2017), Write or Die: Jangan Mati sebelum Menulis Buku (2017), Writing Is Selling (2018), dan SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan (2016, 2020).
Tuntutan hadirnya kembali SOS, ternyata, dibawa serta oleh empat buku lainnya. Hal yang sama terjadi pada empat buku itu; misalnya Rahasia Top Menulis (2014) kini kembali diburu oleh pembaca setelah saya promosikan bersama empat buku lain. Istilahnya, satu gendong-indit yang lain. Maka, buku SOS yang pertama kali terbit pada 2016 harus saya terbitkan dengan edisi revisi pada 2020.
Ketiga, menjadi teladan bagi diri sendiri, keluarga, para sahabat, dan masyarakat. Artinya, untuk menyikapi tuntutan pembaca, penulis juga perlu sigap dan bijak dalam menerbitkan (kembali) bukunya. Dalam konteks ini, sesuai masukan pembaca, dalam edisi baru ini saya menambah lima artikel pelengkap. Artikel mana saja, semua saya jelaskan dalam “Prakata” dalam buku edisi baru tersebut.
Keteladanan itu penting dalam pembudayaan literasi. Bukan
hanya untuk orang lain, melainkan juga untuk diri sendiri. Diri sendiri perlu
meneladani diri dari apa yang telah dilakukannya dengan baik sebelumnya.
Kesuksesan pada tahap tertentu adalah cermin untuk tahap selanjutnya. Tatkala
sekarang saya mampu memenuhi harapan pembaca dengan baik, ke depan saya akan
melakukannya dengan lebih baik lagi. Itulah maksud keteladanan bagi diri
sendiri.
Terakhir dan yang paling penting dan praktis adalah bahwa saya menerbitkan buku edisi revisi adalah untuk menghadiahi diri buku-buku karya sendiri pada saat ulang-tahun. Menulis buku untuk hadiah ulang tahu pada Maret 2020, sangatlah istimewa, karena saya berusia tepat 55 tahun. Karena itu, sejak September 2019, materi buku sudah saya siapkan: Praktik Literasi Guru Penulis Bojonegoro, Virus Emcho: Melintas Batas Ruang Waktu, dan SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan.
Tatkala waktunya tiba, Maret 2020, tepatlah rencana saya. Ketiga buku tersebut menjadi hadiah terindah pada saat saya ulang tahun ke-55. Semula ketiga buku akan saya launching dalam acara bedah buku secara luring, namun karena pandemi, launching tidak bisa terlaksana. Maka, saya hanya mengumumkannya di ruang-ruang medsos atau media baru yang saya miliki.
Di samping itu, saya juga menulis artikel “Menulis Buku untuk Hadiah Ultah” yang dimuat di sebuah surat kabar (Radar Surabaya, 22 Maret 2020). Tulisan ini merupakan penanda bagi konsistensi saya dalam menghadiahi diri buku karya sendiri pada saat ulangtahun—ya sudah konsisten dalam 4-5 tahun terakhir. Meski demikian, tahun 2020 ini, terasa istimewa karena pada ultah ke-55, saya menghadiahi diri tiga judul buku.
Demikianlah motivasi terpenting saya dalam menerbitkan kembali buku SOS. Dan sekarang, saya bersyukur, bahwa buku SOS tersedia cukup banyak di pasaran dan di rumah. Satu persatu pesanan buku juga sudah meluncur ke alamat para pemesan. Mudah-mudahan buku segera tiba, dan mereka segera membacanya. Dengan membacanya, mereka berpeluang untuk memetik hikmah dan inspirasinya.[]
*Much. Khoiri adalah
dosen Sastra Inggris, penggerak literasi, trainer, editor, dan penulis 45 buku
dari Unesa Surabaya. Buku terbaru “SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan
(edisi revisi, 2020). Tulisan ini pendapat pribadi.