Oleh Much. Khoiri
Jangan kira naik pesawat bebas literasi. Sebaliknya, naik burung logam
itu kita harus berliterasi---cerdas membaca, memahami, dan menyikapi segala
informasi. Jika tidak, bisa blaen
(berdampak buruk)!
Terlebih, di era sekarang ini, bandara-bandara
(apalagi bandara internasional) sudah canggih. Media audio dikurangi atau
dihilangkan. Media tulis dan tanda (simbol) telah diterapkan di sebarang
penjuru bandara. Sumber informasi siap dikunyah setiap saat, tinggal kita mau
belajar atau tidak.
Perkara tiket saja, kita tidak perlu mengantri
hanya untuk membelinya. Pesan tiket daring (online),
sudah biasa dilakukan lewat gawai yang kita genggam setiap waktu. Bayarnya
lewat e-banking, tidak perlu antri panjang, kita bisa mendapatkan tiket
pesawat. Tiket pun cukup disimpan di dalam memori ponsel, tidak wajib untuk
dicetak.
Bahkan, ada fasilitas untuk melakukan online check-in, sebuah loncatan dari check-in di hotel, kantor, atau domisili
kita. Dengan check-in daring ini,
kita tidak perlu ketir-ketir dan stress jika kita hanya punya waktu pendek
menjelang terbang. Jika kita manusia literat gawai, urusan tiket dan check-in bukan masalah sama sekali.
Sementara, untuk kita yang masih suka yang
manual, ke mana kita harus check-in secara manual, misalnya, di Juanda atau
Soeta saja, informasi tidak perlu diumumkan lewat speaker. Cukup dengan tanda
panah dan pesan "check-in", orang harus berjalan mengikutinya. Mau
lihat jam penerbangan, cukup lihat papan pengumuman otomatis. Demikian pun
kalau mau ambil bagasi, di sana ada tulisan "baggage claim".
Maka, orang yang naik pesawat benar-benar awas
dengan semua informasi yang ada. Jangan hanya tanya orang lain. Temukan info
secukupnya, dan lakukan apa yang seharusnya dilakukan. Naik pesawat pun
merupakan proses belajar menjadi insan mandiri.
Menemukan sinyal untuk ponsel, itu juga penting.
Memasang kartu baru (Eropah misalnya), menuntut kita untuk mengeset ponsel kita
sedemikian rupa. Juga, saat ada wifi-free
di bandara atau kafe-kafe, kita harus sigap mencari info bagaimananya. Jika
tidak, komunikasi dengan keluarga, kolega, atau sahabat di tanah air akan
terhambat.
Mau memotret diri sendiri, jangan suka meminta
tolong orang lain. Ada gawai yang canggih. Di manapun kita bisa swafoto (selfie), tinggal cari tempat yang pas,
lalu cekrak-cekrek sesuka kita, jadilah foto kita. Jika kurang manis, ada
tongsis yang menggantikan fungsi tangan orang lain. Juru foto profesional
gulung tikar, karenanya. Maka, beli ponsel dan tongsis yang bisa diajak foto
dengan hasil maksimal.
Kalau masih berada di negeri sendiri, bolehlah
kita masih meminta tolong orang lain. Di Juanda atau Soeta kita masih menemukan
petugas-petugas yang ramah untuk menjawab pertanyaan atau membantu kita.
Maklum, masih di negeri sendiri. Kita masih dimaklumi. Bangsa kita bangsa
penolong dan baik hati, kalau hanya ditanya atau minta difotokan.
Namun, jika kita sedang di bandara luar negeri,
sebutlah di Hamad International Airport, Doha Qatar, maka jangan andalkan bertanya
pada petugas. Bandara Hamad bersuasana lengang, tidak sesekali terdengar
halo-halo petugas, meski ia juga bandara besar dan luas. Kita harus awas
berbagai tanda atau pesan di dalam bandara.
Mencari pintu (gate) saja, apalagi di boarding
pass tidak tertulis gate, kita harus melihat papan pengumuman tidak hanya
sekali, bisa dua atau tiga kali. Untuk apa? Memastikan gate tidak berubah.
Sebab, menurut info travel, di bandara Hamad itu, berganti jadwal terbang dan
pintu (gate) bisa terjadi. Terlebih,
jika kita penumpang transit, harus lebih awas.
Demikian pun saat kita berada di kantor imigrasi
di dalam bandara. Biasanya kita ditanya tentang alasan dan tujuan bepergian,
untuk bisnis atau tugas. Bukti dokumen diperiksa. Dalam Bahasa Inggris lagi.
Jadi, wajib kiranya kita memahami Bahasa Inggris meski hanya untuk komunikasi.
Tidak harus cas-cis-cus, tapi wajib paham.
Di dalam pesawat, setali tiga uang. Kita harus
paham ketika pramugari cantik bilang, "Sir, what would you like to
drink?" Itu artinya, "Bapak mau minum apa?" Jika kita paham
bahasa Inggris, mudah bagi kita untuk menjawabnya. Juga jika kita tidak paham,
kita tidak akan bisa membedakan antara 'beef' (daging sapi) dan 'pork' (daging
babi).
Bahkan, jika tidak paham, kita tidak akan fokus
pada pertanyaan si pramugari, melainkan pada kemolekannya. Stop, jangan
lanjutkan, ada anak isteri di rumah, MasBro. Ingat kata Kang Dul: "Setia
itu bukan kok tidak mengagumi orang lain, namun berani berkata 'tidak' ketika
rasa cinta bergerak melampaui batas-batasnya."
Belum lagi kalau kita mau lihat-lihat film, flight map, dan lain-lain di layar TV di
depan tempat duduk kita. Mengoperasikannya juga perlu kemampuan literasi. Ada
petunjuk-petunjuk yang harus diikuti. Termasuk apa yang perlu dilakukan saat di
toilet pesawat, kita harus belajar.
Atau ketika kita harus bersapa dan berbincang
dengan tetangga kursi kita. Kita perlu memahami bahwa kita memiliki perbedaan
atau kekhasan (partikularitas) dengan mereka, terutama dalam berbudaya, meski
kita pun memiliki kesamaan atau kemiripan (universalitas) dengan mereka.
Literasi bahasa adalah jembatan untuk saling memahami.
Singkat kata, naik pesawat perlu kemampuan
generasi milenial, yang canggih dalam menggunakan gawai, dan lincah dalam
berkomunikasi. Kuncinya, melek teknologi, membaca cerdas dan mengamalkan hasil
bacaan, itulah syarat wajib bagi prnumpang pesawat. Sekali lagi, literasi naik
pesawat itu penting dan urgen, dan bukan sebaliknya.[]
LABORATORIUM EMCHO UNTUK MENYUARAKAN VIRUS LITERASI, SASTRA, DAN RUANG KETIGA
Inilah Ruang Kreatif untuk Refleksi dan Narasi Literasi: Corong Virus Emcho Menyuarakan Pikiran, Imajinasi, dan Emosi Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Gigih Berjuang Lewat Tulisan!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Dulgemuk Berbagi (6): TULISAN MENUNJUKKAN PENULISNYA
Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...

Popular Posts
-
Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...
-
Oleh Much. Khoiri DALAM sebuah acara bedah buku daring, Dulgemuk ikut hadir di dalamnya. Dulgemuk hadir karena pengundang dan terundang,...
-
Oleh Much. Khoiri PERWAKILAN jamaah “Sinau Urip” ketemu di rumah Dulgemuk, Minggu malam, di antara gerimis atis. Tadi, sebelum masuk rum...
No comments:
Post a Comment
Terima kasih banyak atas apresiasi dan krisannya. Semoga sehat selalu.