Inilah Ruang Kreatif untuk Refleksi dan Narasi Literasi: Corong Virus Emcho Menyuarakan Pikiran, Imajinasi, dan Emosi Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Gigih Berjuang Lewat Tulisan!

Wednesday, January 6, 2021

Releksi Akhir Tahun 2020: BERSYUKUR SEPANJANG TAHUN (Bagian 1)

Oleh Much. Khoiri 

(Dosen, penggerak literasi, blogger, penulis buku dari Unesa Surabaya)

Sumber gambar: Dokumen pribadi


TATKALA saya ditodong untuk mengisahkan catatan refleksi akhir tahun 2020, jawaban saya mengerucut pada sebuah frase sederhana, yakni bersyukur sepanjang tahun. Saya tidak sedang sok bergaya santri kali ini, namun saya bahagia berkat rasa syukur yang selalu dilimpahkan Allah ke dalam hati dan pikiran saya. 

Mungkin Anda bertanya, apakah saya mendapat hadiah besar di tahun 2020? Ataukah saya mungkin telah naik pangkat dua tingkat, misalnya? Ataukah saya menemukan harta karun dengan nominal milyaran rupiah? Mohon maaf, janganlah diteruskan! Mohon izin saya obati penasaran Anda: Bahwa rasa syukur saya melimpah di dalam diri saya karena pada tahun 2020 saya kembali ke khittah saya sendiri secara utuh.

Khittah saya sebagai manusia adalah sebagai diri sendiri, dosen, dan penulis. Kembali ke khittah ini berarti saya kembali dari status artifisial atau suplemen pada tahun 2019 ke status eksistensial saya yang sesungguhnya pada awal tahun 2020. Selama 2019 saya menunaikan sebuah jabatan di kampus yang menguras waktu, pikiran dan tenaga—sehingga saya seakan kehilangan _khittah_ saya; sedangkan tahun 2020 saya menjadi dosen biasa tanpa tambahan jabatan.

Di penghujung 2019, menjelang 2020, saya sudah merenung dalam-dalam, dan memutuskan untuk menjadi dosen biasa, sebab tugas jabatan akan makin menenggelamkan jika diteruskan. Banyak tugas-tugas pribadi yang tak terurus (terutama disertasi saya) di tahun 2019, sehingga kehadiran 2020 adalah momentum untuk kembali ke khittah dan membayar utang-utang akademik dan personal.

Pertama, sejak awal 2020 saya bersyukur untuk bisa kembali ke keluarga. Utang kebersamaan ini saya tumpuk selama menjabat, saya kekurangan waktu untuk membersamai mereka—namun semua itu saya bayar di tahun 2020. Terlebih dengan adanya pandemi covid-19, saya juga work-from-home, maka setiap hari saya bersama mereka di rumah: Mengerjakan tugas domestik bersama, makan bersama, shalat berjamaah, atau outing bersama—dalam ketaatan protokol kesehatan, tentunya.

Keluarga menjadi kekayaan yang luar biasa, yang berbeda dengan tahun sebelumnya. Kali ini saya merasakan kuantitas dan kualitas kebersamaan itu. Pandemi bahkan semakin menguatkan soliditas dan solidaritas internal keluarga kami. Pernah saya sakit selama dua bulan, sejak 10 hari ramadhan, dan rentang itulah saya benar-benar sangat menikmati kedekatan kami. Di luar rentang waktu sakit, tahun 2020 adalah waktu terbaik bagi saya untuk bersama keluarga

Kedua, saya terkondisikan mengajar secara daring (dalam jaringan, online). Ada perubahan signifikan kali ini. Saya yang terbiasa dengan pertemuan luring (tatap-muka) mau tak mau bermigrasi ke mode daring, sehingga saya harus beradaptasi dengan cepat, mulai persiapan mengajar hingga penilaian. Demikian pun dalam menguji skripsi atau paper untuk jurnal. Bahkan, dalam urusan administrasi, semisal bertanda-tangan, juga harus dilakukan secara virtual. Ini pengalaman baru yang tak pernah terbayangkan terjadi secepat ini. Inilah era disrupsi dengan aneka perubahan cepat tak terduga.

Ada yang menarik untuk kelas angkatan 2020. Saya mengajar dua kelas matkul “Indonesian Society and Culture” di sini. Bayangkan bagaimana saya dan mahasiswa harus saling mengenal, dan akhirnya menjadi akrab satu sama lain, padahal kami belum pernah bertatap muka sekali pun. Maka, zoom atau google-meet menjadi media yang berkah, sehingga kami bisa saling melihat wajah atau penampilan masing-masing. Di akhir semester ini kami rasakan kedekatan satu sama lain—hingga ketika saya sampaikan kerinduan saya untuk bertatap muka, mereka langsung meneriakkan persetujuan.

Ketiga, dengan menjadi dosen baisa, saya berkesempatan untuk lebih banyak membaca, suatu kewajiban yang menjadi hobi saya selama ini. Membaca apa saja yang ada di rak-rak perpustakaan keluarga—buku literasi, sastra budaya, filsafat, dan sebagainya. Sekali tempo, saya rindu membaca kembali karya Pramoedya Ananta Toer, Budi Darma, Naguib Mahfouz, Orhan Pamuk, dan sebagainya. Mahabharata, karya epos sejarah itu, atau Al-Hikam-nya Ibn Athaillah kerap saya buka-buka lagi untuk memantik inspirasi menulis. Kurang? Saya membeli belasan baru semisal Lentera Kegelapan.

Mengapa membaca sangat membahagiakan, dan selalu saya syukuri? Sebab, bagi saya, membaca itu mengarungi lautan pengetahuan dan berupaya untuk mengambil mutiara yang berada di dalamnya. Pada sisi lain, membaca itu jendela dunia—sehingga membaca membuat saya mengetahui apa saja yang terhampar di sudut-sudut dunia, sebagaimana dikandung di dalam buku. Semakin banyak buku atau bahan baca saya lahap, semakin luas pula hamparan dunia yang bisa saya jelajahi. Ada ungkapan, “Kalau ingin mengenal dunia, membacalah; jika ingin dikenal dunia, menulislah.”


BERSAMBUNG

9 comments:

  1. Kalau ingin mengenal dunia, membacalah; jika ingin dikenal dunia, menulislah.”
    Sangat menginspirasi, mantab sekali..

    ReplyDelete
  2. Gaya penulisan yang saya suka...amat saya suka...kalau tak salah saya pernah juga memakai gaya ini...

    ReplyDelete
  3. “Kalau ingin mengenal dunia, membacalah; jika ingin dikenal dunia, menulislah.” ungkapan yg sangat mengena di hati.

    ReplyDelete
  4. Pengalaman yang sangat mengispirasi, bisa jadi pembelajaran untuk kita semua. Dengan membaca tulisannya saja bisa mengenal penulisnya, sukses dan salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah. Semoga tambah sukses selalu dan menebar virusnya

    ReplyDelete
  6. Be healthy and success, Mr.Khoiri. Thanks for your giving INSPIRATION for me and teachers in SMPN 53 SURABAYA.

    ReplyDelete
  7. Subhanallah Master, inspiratif 👍 Salam sehat selalu 🙏

    ReplyDelete

Terima kasih banyak atas apresiasi dan krisannya. Semoga sehat selalu.

Dulgemuk Berbagi (6): TULISAN MENUNJUKKAN PENULISNYA

Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...

Popular Posts