Sumber gambar: Dok. Pribadi |
Oleh MUCH. KHOIRI
DALAM perspektif manajemen pemasaran brand,
buku yang telah kita hasilkan perlu dipasarkan
kepada pembaca. Mengapa kita perlu memasarkan buku kita?
Hakikatnya, buku kita adalah komoditas, produk yang harus dipasarkan ke
hadapan masyarakat penikmat buku. Memasarkan
buku akan makin mendekatkan jarak sosial antara buku (dan kita) dan
pembaca/penikmat buku. Itu akan membuat buku
kita terjual di pasaran.
Dalam manajemen pemasaran brand,
dikenal apa yang disebut marketing mix
(istilah yang semula dipakai Neil Borden sekitar
tahun 1948 dalam artikelnya “The Concept of
the Marketing Mix.”) yang meliputi 4-P: product, price, promotion, place. Kemudian,
Kotler dan Armstrong (1997) menambah 3 unsur lagi—participant, process, physical evidence, sehingga menjadi 7-P.
Sebagai produk, buku kita harus dikemas apik dan di-branding sebegitu rupa untuk menarik dan memuaskan animo pembaca. Agar
buku menarik, buatlah buku baru, unik, dan bernilai lebih dibandingkan buku
yang pernah ada. Selain itu, kemasan (bentuk) harus seimbang dengan isi
(gagasan) yang disampaikan.
Buku kita yang ciamik harus diberi harga (price) yang “bersahabat” dengan isi saku pembaca, dengan strategi
baik market skimming pricing, market penetration pricing maupun neutral pricing. Harga itu, kata Monroe (2005), merupakan pengorbanan ekonomis pelanggan guna memperoleh
produk atau jasa (buku). Dalam hal ini, harga dan barang perlu seimbang.
Harga dikatakan mahal, murah atau biasa-biasa saja dari setiap individu
tidaklah harus sama, karena bergantung pada persepsi individu yang dilatar
belakangi oleh lingkungan kehidupan dan kondisi individu (Schifman and Kanuk,
2001). Namun, jika kita tidak serakah memgambil keuntungan buku, harga buku
akan lebih terjangkau.
Selain itu,
ada strategi promosi (promotion) untuk
memasarkan buku kita, dengan media pengiklanan (advertising), public
relations, personal selling dan sales promotion. Strategi apapun bisa kita
ambil, mana yang paling cocok dengan jenis dan bentuk buku kita—tentu saja
sesuai pula dengan kemampuan pemasaran kita.
Hal itu ditunjang dengan pemajangan (place),
yang merujuk ke saluran distribusi, dengan berbagai strategi: distribusi
intensif, distribusi selektif, distribusi eksklusif, dan franchising. Intinya, distribusi ini terkait kemudahan memperoleh
produk (buku kita) di pasar dan tersedia saat konsumen mencarinya.
Selain itu, untuk pemasaran buku, diperlukan partisipant (people) atau karyawan kita, atau orang-orang yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses distribusi buku itu
sendiri. Komitmen mereka sangat dibutuhkan untuk kesuksesan pemasaran buku.
Proses (process) adalah kegiatan
yang menunjukkan bagaimana pelayanan diberikan kepada pembeli/pembaca selama
melakukan pembelian buku kita. Pengelola usaha melalui front liner sering
menawarkan berbagai macam bentuk pelayanan untuk tujuan menarik pembaca.
Fasilitas jasa konsultasi gratis, pengiriman produk, credit card, card member
dan fasilitas layanan yang berpengaruh pada image
“perusahaan” kita.
Terakhir, lingkungan fisik (physical
evidence) adalah keadaan atau kondisi yang di dalamnya juga termasuk
suasana. Karakteristik lingkungan fisik merupakan segi paling nampak dalam
kaitannya dengan situasi—maksudnya: situasi dan kondisi geografi dan lingkungan
institusi, dekorasi, ruangan, suara, aroma, cahaya, cuaca, peletakan dan layout
yang nampak sebagai obyek stimuli (Belk 1974 dalam Assael 1992). Tentu, agar buku
kita eye-catching di mata pembaca.
Meski demikian, jika kita menerbitkan sendiri buku kita (self-publishing), tiada pilihan lain
kecuali melaksanakan setiap unsur strategi di atas. Namun, jika kita
menyerahkan penerbitan kepada penerbit, serahkan sepenuhnya penerapan 7 bauran
pemasanan itu kepada pihak penerbit. Itu jauh lebih simpel dan efektif.
Apapun langkah kita, satu hal sudahlah jelas: kita harus menerbitkan atau
mempublikasikan buku kita. Ibaratnya, kalau mau jualan, kita harus sudah siap
dengan apa yang akan dijual. Sekali lagi, buku kita adalah komoditas yang harus
dipasarkan.
Memang, bisa saja kita membagi-bagikan buku kita ke orang lain lewat dunia
maya semisal blog atau website, namun dampaknya akan lebih dahsyat jika kita
menerbitkannya menjadi buku. Dengan buku itu, hak kekayaan intelektual kita
lebih terjamin.
Selain ada kekuatan hak milik intelektual, buku kita yang diterbitkan ke
dalam buku akan lebih konkret dan lebih luas menyapa pembaca. Ketika buku kita
laris, misalnya, kita akan menjadi seorang selebriti—dan pembaca kita akan
antre meminta kita tangan di bagian sampul buku kita.
Selamat menulis dan memasarkan buku!
Terima kasih ilmunya
ReplyDeleteTerima kasih pencerahannya Pak
ReplyDeleteTerima kasih Pak. Insyaallah.
ReplyDeleteTerimakasih ilmu nya master Emcho. Untuk penulis pemula kadang belum kepikiran bagaimana proses memasarkan buku.bisa merangkai tulisan menjadi buku sudah bersyukur banget. Bagaimana caranya menumbuhkan rasa pe de bahwa bukunya layak untuk disambut dipasaran....
ReplyDeleteTerima kasih Pak Dosen. Informatif... 👍👍
ReplyDeleteSangat mencerahkan artikelnya pak Dosen. Banyak guru sukses menerbitkan buku. Tapi bingung memasarkannya. PR besar. Bisakah pemerintah memberi apresiasi?
ReplyDeleteMatur nuwun ilmu pemasaran bukunya Abah...sangat bermanfaat bagi kami yg sdh sangat bersyukur dpt membuat buku, apalagi jika kami bisa memasarkannya sesuai arahan2 Abah... barokallah utk Abah Khoiri...
ReplyDelete