Inilah Ruang Kreatif untuk Refleksi dan Narasi Literasi: Corong Virus Emcho Menyuarakan Pikiran, Imajinasi, dan Emosi Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Gigih Berjuang Lewat Tulisan!

Tuesday, May 5, 2020

DUEL DENGAN STREET BOY DI NEW YORK

Lokasi: Sebuah fery di Lousiana, AS
Sumber gambar: Dok. Pribadi

Oleh MUCH. KHOIRI

PETANG INI saya berselancar mengarungi dunia maya. Saya jelajahi kota-kota besar dunia. Sejenak mata saya terpaku ke kota New York. Saya pandangi sebuah avenue, Broadway Ave. Itulah yang mempelantingkan saya ke kenangan masa silam.

Hari itu Sabtu, sebuah petang, pertama 1993. Baru sehari kami para penulis dari berbagai negara singgah di New York, kota terakhir yang harus dikunjungi dalam rangka International Writing Program.  Beberapa hari ke depan kami dijadwalkan bersua penulis dan penerbit, mengunjungi museum, gedung teater, galeri seni, dan sebagainya. Hari ini, Sabtu petang pertama 1993, beberapa dari kami ingin melihat-lihat kota tempat patung Liberty itu.

Dengan tujuan gedung Empire State Building (ESB), delapan dari kami bergegas mengayun kaki di antara sapuan dingin musim winter. Sejak keluar dari Loewis Hotel kami sudah kedinginan—seingat saya suhu sekitar 6 derajat, dan kami telah membeli minum mix coffee di pinggir taman. Kami harus melewati beberapa road untuk sampai ke Broadway Avenue. (Avenue itu ‘ibu’-nya street, dan street itu ‘ibu’-nya road.) Nanti kita tinggal berjalan lurus sekitar 600 meter, dan gedung pencakar langit itu ada di sisi kiri kami.

Saat menyusuri avenue itu, kami berjalan berombongan sambil bercakap-cakap apa saja—sedangkan saya berada paling belakang. Biasa, naluri laki-laki, maunya melindungi. Tujuh penulis di depan saya adalah perempuan; jadi, saya mengiringi mereka dari belakang. Sementara itu, salju masih terus turun, sehingga dingin yang menusuk tulang telah menggiring para pejalan kaki ke dalam gedung. Seakan hanya kami yang menembus jalanan bersalju—dan tentu mobil-mobil yang (jarang-jarang) melintas di avenue.

Tiba-tiba saya lihat ada seorang nenek yang hendak menyeberang avenue (dari seberang sana), sesuatu tindakan yang sebenarnya dilarang. Seharusnya pejalan kaki menyeberang jalan lewat bawah tanah (undergroud), sebab avenue dengan beberapa lajur lintasan itu amat berbahaya untuk diseberangi pedestrian (pejalan kaki). Tapi si nenek, yang berjalan perlahan itu, benar-benar nekad mempertaruhkan nyawanya.

Maka, secepat kilat, tanpa menggubris teman-teman, saya melesat dan membantu nenek itu. Beruntunglah di petang ini kendaraan cukup jarang melintas di avenue; andaikata di hari musim panas, misalnya, avenue itu pastilah sangat padat dan tak  mungkin diseberangi. Sejurus kemudian saya sudah menuntun sang nenek hingga tepian avenue sini. Dia berterima kasih berat, dan saya pun bersyukur karenanya.

Saya pun terhenyak. Tak satu pun teman saya ada di sini—bahkan bayang-bayang mereka tak tampak di kejauhan, akibat tebalnya serpihan salju (flakes) yang berjatuhan. Jalanan begitu senyap; supermarket sebaliknya. Di kejauhan tampak gedung ESB menjulang dengan gagahnya. Saya sendirian, menghayati sisa-sisa hari saya di negeri Paman Sam.

Tiba-tiba ada seorang anak jalanan (street boy), berkulit hitam, setinggi 190 cm, dengan mantel salju a-la rocker, mendekat. Kedua tangannya terselip di saku mantel. Tubuhnya bergoyang ke kiri ke kanan. Dan, secepat kilat, dia menempelkan “sesuatu” ke perut kiri saya. Andaikata baju saya tidak rangkap empat—singlet, T-Shirt, hem panjang kotak-kotak, dan mantel salju—pastilah tempelan “sesuatu” itu lebih terasa.

Lalu, pemuda hitam itu mengancam, “Your bag.

Saya lirik “sesuatu” itu. Dalam kilauan lampu saya kenali benda itu—dan ternyata bukan pistol, hanya sepucuk pisau a-la marinir (yang bisa memanjang hanya dengan memijat knob-nya). Tampak kilauan sebagian permukaannya. Andai itu pistol, matilah saya!

Come on, your bag!” bentaknya, sambil tetap menempel saya.

What do you mean?” Saya mengulur waktu, sambil mencari kesempatan.

What do you mean by ‘your bag’?

All you have,” tegasnya, sambil bermain permen karetnya.

All I have, you mean?

Semuanya yang di tas pinggang ini? Gila betul orang senewen ini. Di tas saya ini saya bawa paspor, travelers cheque, semua uang saku tunai, dan kunci-kunci bagasi. Sementara, saya yakin, wajib hukumnya membela harta dan nyawa dari orang yang akan merampasnya.

Makin terasa tusukan pisau itu. Dia membentak lagi, “Give it now!”  

Secepat kilat, dengan gerakan bela diri, saya menjauh dari penodong itu. Saya pun berkuda-kuda, siap menghadapinya untuk duel. “No way. I will never give any penny to you.” Saya juga tegaskan, andaikan dia sopan, pastilah saya akan memberinya—(kalau di daerah Bronx, tip liar anak jalanan sekitar 10-15 dolar).

Maka, dia pun marah. “Don’t push me. You give me no choice.”

Since you are impolite, I don’t give you any penny.”

Kemarahannya memuncak. Dia menyabetkan dan menusukkan pisau itu dengan serampangan. Tampak sekali, dia ngawur.

Saya pun menghindar, bergaya Bruce Lee, dua-tiga kali.
Dia menyerang kembali. Kali ini saya sempat memukul perutnya.
Wow, betapa jangkungnya orang ini. Andai saya tendang ulu-hatinya pun, kaki saya mungkin tidak sampai. Maka, saya pun ambil jarak mundur dua langkah. “Listen, I’m not a Latino. I am Asian. Don’t play tricks on me.”

Begitu saya mengaku bukan orang Amerika Latin, tmelainkan orang Asia, mimiknya sedikit berubah. Ada aura kecemasan menghadapi saya. Terlebih, serangannya gagal untuk tiga-empat kali. Namun, dia masih mencoba menyerang saya sekali lagi.

Saya pun makin menunjukkan jurus-jurus pertahanan diri. Seumur-umur baru kali ini saya akan gunakan, modifikasi jurus kungfu lagi.
Maka, setelah gagal merampok saya, penodong itu mengeloyor pergi, sambil bergumam berkali-kali, “What a fucking shit! What a shit! Shit!

Kembali ke posisi semula, saya pun bersyukur. Tuhan telah menyelamatkan jiwa dan harta saya. Hanya dengan gerakan bela diri, penodong itu kabur. Mungkin dia keder juga atas pengakuan saya sebagai orang Asia, yang saat itu bisa diasumsikan identik dengan kungfu. Saat itu, ada sejumlah perguruan kungfu Bruce Lee didirikan di AS, dan cukup disegani. (Di kota lain saya juga pernah mendapati perguruan bela diri dari Indonesia. Kalau tidak salah, di San Fransisco.)

Maka, saya segera berlari menyusul teman-teman penulis ke gedung ESB si pencakar langit itu. Setiba di sana, ternyata mereka sedang duduk, menunggu saya. Mereka kelihatan cemas. Begitu saya menghampiri, mereka pun lega dan tersenyum.

“Ke mana saja adikku ini?” kata Kanchana Ugbabe, novelis dari Nigeria, berdarah India. Saya memang peserta paling muda, dan dia sering menyebut saya ‘young brother’ (adik). “Something wrong happened?”

Only a little story.” Saya jawab dengan bercanda.

Little story? Little story that made us worried. What is that?” sambung Etidal Osman, novelis Mesir. Sementara, Assamala Amoi, penulis Ivory Coast (Pantai Gading), masih tampak cemas. Teman-teman penulis lain, dari Uganda, New Zealand, Romania, dan China, ikut mendesak pengakuan saya.

Maka, dengan tenang saya mengisahkan pengalaman yang baru saja menimpa saya. Saya sampaikan dengan detail dan penuh penghayatan. Mulai awal hingga akhir. Dan mereka menyimaknya dengan serius, tak ingin melewatkan sedikit pun bagian kisah nyata saya ini.

Setelah itu, mereka pun bergantian memeluk saya—pelukan kakak kepada adiknya. Bahagia sekali saya punya saudara bangsa dari berbagai sudut dunia ini. Maka, sambil menaiki lift ke lantai 23 ESB, tak henti-hentinya saya bersyukur. Namun, ada satu ungkapan yang berkali-kali masih mereka anekdotkan sambil ketawa kecil.  I am Asian. No play tricks on me.”*

#Dosen Unesa, penggerak literasi, trainer, editor, penulis 42 buku
#Blog-1: muchkhoiriunesa.blogspot.com
#Blog-2: muchkhoiri.gurusiana.id
#Web-1: jalindo.net
#Web-2:  sahabatpenakita.id
#FB:  much.khoiri.90
#IG-1: @much.khoiri
#IG-2: @emcho_bookstore


10 comments:

Terima kasih banyak atas apresiasi dan krisannya. Semoga sehat selalu.

Dulgemuk Berbagi (6): TULISAN MENUNJUKKAN PENULISNYA

Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...

Popular Posts