Buku karya Vivit Eka Damayanti |
Oleh: Much. Khoiri
HAKIKATNYA semua guru itu sama hingga ada satu di antaranya berhasil menulis dan menerbitkan buku. Bukulah bukti pembeda yang nyata baginya dengan guru biasa. Terlebih, buku yang ditulisnya adalah himbauan dan tantangan menjadi guru istimewa.
Itulah gambaran dasar tentang penulis dan buku yang sedang Anda pegang ini. Penulis buku, seorang guru, sangat sadar akan pentingnya menulis tentang seluk-beluk menjadi guru berdasarkan amatan, penghayatan, dan pengalaman yang intens bertahun-tahun lamanya. Berangkat dari pengalaman menjadi guru dalam konteks kultural berbeda, dia mendidik diri untuk menjadi guru yang layak diteladani.
Literasi perlu keteladanan, demikian pun menjadi guru yang istimewa alias 'bukan guru biasa'. Penulis ini mendidik diri dengan keras untuk membuat dirinya pantas dijadikan teladan. Dia harus lulus dari serangkaian pendidikan diri yang menguras tenaga dan pikiran serta pengorbanan. Tanpa upaya ini, nilai keteladanan apakah yang bakal dididikkan dan ditularkan kepada orang lain?
Demikianlah, penulis buku ini mengembangkan gagasan menulisnya dari kekuatan pengalaman. Pengalaman, juga pengetahuan, merupakan bahan dasar untuk menumbuhkan inspirasi, sehingga penulisan buku ini terkesan mengalir lancar menyapa kita (termasuk Anda) sebagai pembaca. Berangkat dari 'mengapa'-nya, penulis menjelentrehkan paparannya tentang 'apa'-nya dan 'bagaimana'-nya. Dengan gaya bahasanya yang lugas, buku ini enak dibaca dan diikuti.
Adapun tentang kualitas guru istimewa, tentu konsepnya bisa diperdebatkan. Namun, dalam buku ini, guru istimewa itu bukanlah guru biasa yang hanya menjalani rutinitas tugasnya sehari-hari sebagai pegawai. Sementara, guru istimewa menjalani tugasnya sebagai pembelajar yang dinamis dan haus inovasi. Dialah guru profesional, inspiratif, dan menjadi idaman di mata siswa dan guru lain. Dia juga guru yang berliterasi teknologi.
Menjadi guru biasa pun tidak mudah, apalagi menjadi guru luar biasa atau istimewa. Ibarat mencapai puncak sebuah bukit, begitu pulalah perjalanan terjal untuk menggapai predikat guru istimewa. Setidaknya, guru istimewa memberikan usaha (effort) satu porsi lebih besar daripada usaha guru biasa. Tiada kesuksesan yang tiba-tiba turun dari langit, kecuali harus ditempuh dengan sekian langkah terstruktur dan terukur.
Tentu saja, untuk mencapai predikat yang diidamkan itu, banyak jalan menuju Roma, begitu ibaratnya. Terbentang peluang dan tantangan bagi guru untuk menjadi yang paling istimewa. Inilah yang penting dari buku ini. Dengan strateginya sendiri, penulis buku ini juga menyajikan paket solusi terkait dukungan, kerjasama, dan upaya peningkatan kualitas.
Tentu saja, penulisan buku ini diharapkan menjadi virus bagi guru lain. Ia akan menebar ke berbagai lini sekolah, menyapa ribuan atau jutaan guru sehingga mereka tergerak untuk menulis buku tentang dunia guru dan pendidikan secara umum. Mereka akan menjadi bagian dari rentangan tali kontinuitas pengetahuan yang berkesinambungan. Anda, tentu, termasuk di dalamnya.
Mudah-mudahan seluruh pembaca buku ini menemukan mutiara hikmah dan inspirasi untuk mengabadikan berbagai gagasan dan pengalaman ke dalam buku yang menyejarah. Tatkala itu terjadi, impian terpendam penulis buku ini menjadi kenyataan. Betapa bahagianya menulis buku menjadi amal jariyah yang pahalanya mengalir setiap waktu.[]
*Artikel ini adalah kata pengantar untuk buku karya Vivit Eka Damayanti berjudul “(Jangan) Jadi Guru Bisa” (Parepare, CV Kaaffah Learning Center, 2018). Terima kasih disampaikan kepada penulis buku dan penerbit.
HAKIKATNYA semua guru itu sama hingga ada satu di antaranya berhasil menulis dan menerbitkan buku. Bukulah bukti pembeda yang nyata baginya dengan guru biasa. Terlebih, buku yang ditulisnya adalah himbauan dan tantangan menjadi guru istimewa.
Itulah gambaran dasar tentang penulis dan buku yang sedang Anda pegang ini. Penulis buku, seorang guru, sangat sadar akan pentingnya menulis tentang seluk-beluk menjadi guru berdasarkan amatan, penghayatan, dan pengalaman yang intens bertahun-tahun lamanya. Berangkat dari pengalaman menjadi guru dalam konteks kultural berbeda, dia mendidik diri untuk menjadi guru yang layak diteladani.
Literasi perlu keteladanan, demikian pun menjadi guru yang istimewa alias 'bukan guru biasa'. Penulis ini mendidik diri dengan keras untuk membuat dirinya pantas dijadikan teladan. Dia harus lulus dari serangkaian pendidikan diri yang menguras tenaga dan pikiran serta pengorbanan. Tanpa upaya ini, nilai keteladanan apakah yang bakal dididikkan dan ditularkan kepada orang lain?
Demikianlah, penulis buku ini mengembangkan gagasan menulisnya dari kekuatan pengalaman. Pengalaman, juga pengetahuan, merupakan bahan dasar untuk menumbuhkan inspirasi, sehingga penulisan buku ini terkesan mengalir lancar menyapa kita (termasuk Anda) sebagai pembaca. Berangkat dari 'mengapa'-nya, penulis menjelentrehkan paparannya tentang 'apa'-nya dan 'bagaimana'-nya. Dengan gaya bahasanya yang lugas, buku ini enak dibaca dan diikuti.
Adapun tentang kualitas guru istimewa, tentu konsepnya bisa diperdebatkan. Namun, dalam buku ini, guru istimewa itu bukanlah guru biasa yang hanya menjalani rutinitas tugasnya sehari-hari sebagai pegawai. Sementara, guru istimewa menjalani tugasnya sebagai pembelajar yang dinamis dan haus inovasi. Dialah guru profesional, inspiratif, dan menjadi idaman di mata siswa dan guru lain. Dia juga guru yang berliterasi teknologi.
Menjadi guru biasa pun tidak mudah, apalagi menjadi guru luar biasa atau istimewa. Ibarat mencapai puncak sebuah bukit, begitu pulalah perjalanan terjal untuk menggapai predikat guru istimewa. Setidaknya, guru istimewa memberikan usaha (effort) satu porsi lebih besar daripada usaha guru biasa. Tiada kesuksesan yang tiba-tiba turun dari langit, kecuali harus ditempuh dengan sekian langkah terstruktur dan terukur.
Tentu saja, untuk mencapai predikat yang diidamkan itu, banyak jalan menuju Roma, begitu ibaratnya. Terbentang peluang dan tantangan bagi guru untuk menjadi yang paling istimewa. Inilah yang penting dari buku ini. Dengan strateginya sendiri, penulis buku ini juga menyajikan paket solusi terkait dukungan, kerjasama, dan upaya peningkatan kualitas.
Tentu saja, penulisan buku ini diharapkan menjadi virus bagi guru lain. Ia akan menebar ke berbagai lini sekolah, menyapa ribuan atau jutaan guru sehingga mereka tergerak untuk menulis buku tentang dunia guru dan pendidikan secara umum. Mereka akan menjadi bagian dari rentangan tali kontinuitas pengetahuan yang berkesinambungan. Anda, tentu, termasuk di dalamnya.
Mudah-mudahan seluruh pembaca buku ini menemukan mutiara hikmah dan inspirasi untuk mengabadikan berbagai gagasan dan pengalaman ke dalam buku yang menyejarah. Tatkala itu terjadi, impian terpendam penulis buku ini menjadi kenyataan. Betapa bahagianya menulis buku menjadi amal jariyah yang pahalanya mengalir setiap waktu.[]
*Artikel ini adalah kata pengantar untuk buku karya Vivit Eka Damayanti berjudul “(Jangan) Jadi Guru Bisa” (Parepare, CV Kaaffah Learning Center, 2018). Terima kasih disampaikan kepada penulis buku dan penerbit.
**Pesan
buku, hubungi HP/WA: 081331450689 / 081233838789
Selalu keren dan mantap
ReplyDeleteMakasih banyak, Non. Terus berkarya ya.
Deletejadilah guru tangguh berhati cahaya
ReplyDeleteMantabs semangatnya. Makasih, Omjay
DeleteSangat menarik
ReplyDeleteMakasih, Mba Wafi. Salam literasi
DeleteWriter teacher... Kereen 👍👍
ReplyDeleteTeacher writer, Pak CepGa. Itu istilah bakunya.
DeleteBarangkali saya masih terkategorikan guru biasa-biasa saja, maaf brlum ruaar biasa 😀
ReplyDeleteSemoga segera menjadi guru luar biasa. Aamiin
DeleteIni kiat yang sangat jitu, Makasih OmJay.
ReplyDelete