Sumber gambar: Kover Dok. Pribadi |
Oleh Much. Khoiri
SELAMAT DATANG di buku ini yang menyajikan berbagai catatan pemikiran dan
refleksi saya berdasarkan hasil amatan dan penghayatan dari waktu ke waktu,
terkait dengan dunia literasi dan khususnya dunia menulis. Darinya Anda bebas
untuk memetik hikmah dan inspirasi entah dari sisi mana saja. Ibarat proses transaksi
jual beli, sayalah penjual dan Anda pembelinya.
Sejalan dengan Robert Louis Stevenson dalam buku Donny Herdianto Creative Selling Everyday (2016), “Everyone lives by selling something”—setiap
orang hidup dengan menjual sesuatu. Setiap orang, tanpa kecuali, tak bisa
terlepas dari peristiwa transaksi jual-beli “sesuatu” ini. “Setiap orang” bisa
meliputi saya dan Anda, dan “sesuatu” bisa mencakup objek yang begitu luas,
termasuk gagasan (karya tulis).
Ya, menulis itu ibaratnya juga menjual, writing
is selling—persisnya menjual gagasan lewat tulisan. Sementara itu, reading is buying, membaca itu membeli
gagasan. Dalam buku ini komoditas yang saya jual adalah gagasan-gagasan
pemikiran dan refleksi dengan kemasan struktur dan bahasanya. Seberapa tertarik
dengan makna yang dikandungnya, Anda yang menentukan. Jika Anda tertarik dan
memetik gagasan saya, di situlah Andalah telah membelinya.
Meski demikian, pengemasan “komoditas” buku ini hanya upaya kecil saya
untuk menghimpun tulisan saya yang berserakan di media cetak dan online (blog).
Itulah tulisan-tulisan yang saya hasilkan
(hampir) setiap hari—yakni setiap pukul 03.00 hingga subuh menyapa. Bagi
saya menulis setiap hari adalah kewajiban yang harus ditunaikan dengan rasa
gembira dan ikhlas. Mengemasnya menjadi buku juga terasa nikmatnya.
Mengingat tulisan-tulisan yang ada semula tidak khusus dimaksudkan untuk
menyusun buku, maka keberagaman topik tulisan dalam buku ini tampak di
sana-sini, baik tentang dunia literasi maupun dunia menulis. Karena itu, buku
ini bisa diibaratkan sebagai hasil tenunan berbagai warna benang untuk
mendapatkan kain yang indah dan harmonis. Jangan tertarik dulu, tunggu hingga
membaca prakata ini dengan tuntas.
Sekarang, mengapa saya menentukan judul buku ini dengan "Mata Kata:
Dari Literasi Diri"? Ada alasan mendasar untuk itu. Pertama, artikel-artikel dalam buku ini memang merupakan saksi
nyata bagi pemikiran dan praktik literasi saya sendiri, bukan orang lain. Frase
“dari literasi diri” memang dimaksudkan untuk sebuah pengakuan dan penegasan. Sebagian
berbincang tentang praktik-praktik literasi yang saya hayati; sebagian lagi
tentang menulis, dunia yang saya tekuni selama ini.
Saya menyadari bahwa apapun yang saya angankan dan pikirkan akan lenyap,
apapun yang saya katakan akan terlupakan, dan apapun yang saya lakukan tak akan
berbekas—kecuali dituliskan. Dengan menuliskan pemikiran dan praktik literasi,
saya mencoba mengabadikan apa yang seharusnya saya abadikan. Kata Pramoedya
Ananta Toer, “Orang boleh pintar setinggi langit, tapi selagi ia tidak menulis,
ia akan hilang di masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk
keabadian.”
Kedua, saya yakin, hakikatnya
kata itu memiliki mata, sebab kata selalu hidup dan dinamis. Dalam dunia
seorang subjek, mata mampu melihat objek di mana ia akan menemukan
maknanya secara lebih lengkap. Satu kata akan menjadi frase jika bertemu satu
atau kebih kata lain. Ia juga akan bertemu kata-kata lain untuk membentuk
klausa, kalimat, paragraf, esai, paper, dan karya yang lebih kompleks.
Di mata penulis kata benar-benar hidup. Kata digunakan untuk menangkap dan
memproduksi makna ke dalam wacana yang bisa dipahami orang lain. Semakin tajam naluri penulis dalam menggunakan
perbendaharaan kata, maka semakin kerap kata memainkan perannya. Sebaliknya,
semakin miskin perbendaharaan kata, maka semakin monoton dan kering wacana yang
dihasilkannya.
Pada sisi lain, semakin kaya penulis dalam perbendaharaan kata, semakin
mudah pula penulis itu menghadirkan makna bagi pembaca. Setiap ide yang berseliweran di dalam akalnya
mendapatkan simbolnya berupa kata-kata, sehingga maksudnya bisa ditransfer ke
atas kertas secepat ia memikirkannya. Ada yang menganggap, menulis itu berpikir
di atas kertas.
Maka, cintailah kata—dan kata akan mencintaimu, begitu ungkapan Gol A Gong,
penulis prolifik dengan 128 judul buku. Ungkapan itu menyiratkan, jika kita
banyak belajar untuk menambah perbendaharaan kata, maka saat menulis kita akan
lebih mudah memilih diksi yang representatif bagi gagasan kita. Dalam konteks
demikian, mata kata kita tajam dan berwibawa serta cerdas dalam mewakili kita
mengamati, mengevaluasi, dan menyuarakan maksud kita.
Sebaliknya, jika kita malas membaca dan
memperkaya perbendaharaan kata, kita tunggu saja “pembalasan” kata. Kita akan
berkesulitan menemukan kata tertentu hanya untuk mengungkap sesuatu maksud.
Akibatnya, kemacetan menulis melanda kita. Maka benar adanya bahwa bacaan bagus
akan menghasilkan karya bagus, sedangkan bacaan kurang bagus akan menghasilkan
karya bobrok.
Mudah-mudahan buku sederhana ini menemukan surga dan galeri kreatifnya di
hati pembaca yang budiman. Diharapkan ia membaca bathin pembaca sekalian, dan
menginspirasinya untuk menghasilkan karya yang jauh lebih baik. Jika hal
ini tercapai, di situlah tanaman ilmu atau pengetahuan menghasilkan bunga dan
buah-buahnya.*
Surabaya, 3 Januari 2017
#Dosen Unesa, penggerak literasi
#Trainer, editor, penulis 42 buku
#Blog-1: muchkhoiriunesa.blogspot.com
#Blog-2: muchkhoiri.gurusiana.id
#Website-1: jalindo.net
#Website-2: sahabatpenakita.id
#Instagram-1: @much.khoiri
#Instagram-2: @emcho_bookstore
*Tulisan di atas diambil dari buku Much. Khoiri “Mata Kata: Dari Literasi Diri” (Pagan Press, Lamongan, 2017), halaman v-viii.
**Pesan buku, hubungi HP/WA: 081331450689 / 081233838789
Prakata yg luar biasa. Sarat dg kata penuh makna. Ini prakata tingkat dewa.
ReplyDeleteTerima kasih banyak, Bu
DeleteWords are alive.
ReplyDeleteTulisan yang penuh pemikiran dan refleksi...
Pak CepGa, makasih telah berkenan mampir dan komen.
DeleteSaya masih belum punya banyak perbendaharaan kata untuk bisa mengomentari rangkaian kata-kata yang penuh makna ini
ReplyDeleteMakasih telah berkenan mampir dan apresiasi
DeleteMantap. Jos.
ReplyDeletePak Ngainun, Matur nuwun sanget
DeleteTrm ksh Abah...byk ilmu & makna yg dpt diambil walaupun baru melalui halaman Prakata....
ReplyDeleteB Fety, makasih buanyak. Saling menguatkan ya
Delete