Inilah Ruang Kreatif untuk Refleksi dan Narasi Literasi: Corong Virus Emcho Menyuarakan Pikiran, Imajinasi, dan Emosi Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Gigih Berjuang Lewat Tulisan!

Monday, April 20, 2020

MENULIS, MEMBANGUN BUDAYA LITERASI, Sebuah Kata Pengantar

Sumber gambar: Dok Pribadi

Oleh Much. Khoiri

Dunia literasi di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang semakin pesat, setidaknya terdapat praktik-praktik literasi yang dinamis terjadi di lingkungan sekolah. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang menjadi salah satu pokok muatan kurikulum pendidikan memberikan andil besar. Sinergitas dari berbagai pihak juga menggerakkan arus  literasi ke segala pelosok. Memang harus diakui bahwa menggalakkan literasi menjadi budaya butuh serangkaian perjuangan yang tidak ringan. Masih ada jalan panjang terbentang.
Pada saat kita membangun budaya literasi di segala lini secara bersamaan, masyarakat kita dikelilingi berbagai konten melalui media online dan media sosial. Akibatnya, ada kegagapan di antara sebagian besar masyarakat dalam memaknai gerakan (budaya) literasi. Pelajar dan guru pun mengonsumsi karya literasi melalui media online dan media sosial secara parsial. Akibatnya, karya tulis di media online yang tidak jelas sumbernya dianggap sebagai sumber kebenaran.
Sementara itu, tak dimungkiri, gerakan (budaya) literasi merupakan kebutuhan dan tuntutan yang mendesak untuk membangun dan meningkatkan martabat bangsa. Untuk itulah, gerakan kultural ini perlu dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan guna menebarkan virus literasi.
Pada praksis pendidikan, menggerakkan budaya literasi merupakan langkah strategis. Ada berbagai pihak yang akhirnya terlibat langsung jika dimulai dari sekolah, yakni siswa, guru, orangtua, dan masyarakat. Gerakan literasi sekolah yang dimulai dengan membaca 15 menit sebelum pelajaran harus bergerak ke kemampuan literasi yang menghasilkan karya.
Dengankalimat lain, gerakan literasi perlu melewati tiga tahap yang dasariah, yakni pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. Membaca 15 menit hanyalah gong awal kegiatan pembiasan, yang harus dilanjutkan dengan pengembangan dan pembelajaran. Pada tahap terakhir ini, hasil karya layak diharapkan dari para pembelajar literasi. Inilah tantangan yang harus dijawab secara nyata.
Guru sebagai katalisator harus memiliki inisiatif untuk menjadi role model (teladan) dalam literasi. Keteladanan itu jauh lebih berkekuatan daripada sekadar perintah atau larangan lisan. Mereka tidak hanya sebagai pengatur jadwal membaca, melainkan juga harus tergerak untuk menghasilkan karya tulis. Sebab, dengan karya yang dihasilkan, guru dapat menjadi inspirasi bagi murid.
Sayangnya, banyak guru yang identik dengan kegiatan tulis menulis, faktanya, masih berkesulitan dalam menghasilkan karya tulis berupa artikel, penelitian ilmiah, dan buku. Tuntutan karya tulis pada jenjang karir dan kepangkatan semakin dirasakan menjadi beban oleh sebagian besar guru. Sudah sangat banyak fakta guru kesulitan tidak mudah naik pangkat karena ketiadaan karya tulis.
Padahal keterampilan menulis bisa dipelajari dan dikuasai oleh siapa saja, lebih-lebih oleh profesi guru. Yang dibutuhkan hanyalah ketekunan untuk berlatih secara konsisten. Keterampilan perlu banyak praktik dan latihan, bukan semata pengetahuan teoretik. Cukup banyak guru yang berhasil. Mereka sebelumnya tidak mahir dalam menulis tapi akhirnya bisa menghasilkan karya berupa buku setelah tekun berlatih secara konsisten.
Maka, para sahabat guru yang belum mampu dan mahir menulis disarankan untuk mengikuti jejak-jejak guru yang telah menulis buku. Ada baiknya guru mengikuti pelatihan menulis, dan kemudian mempraktikkannya--yakni menulis, menulis, dan terus menulis guna menghasilkan karya yang hebat. Pratice makes all things perfect, praktik dan latihan membuat segala sesuatu sempurna. Sekali lagi, tekun berlatih itu kunci penting.
Salah satu bukti ketekunan itu adalah buku Cara Mudah Menulis Kreatif, Reportase 350 Kata yang Anda pegang ini. Berkat ketekunan dalam menulis, akhirnya berbagai tulisan dalam rubrik 'Citizen Reporter' bisa dihimpun menjadi buku. Di dalamnya tersimpan mutiara semangat, komitmen, kerja keras, dan harapan untuk berbagi ilmu dan pengetahuan bagi sesama.
Akhirnya, saya berharap, setiap tulisan dalam buku akan menemukan takdirnya sendiri, untuk berkembang dan dikembangkan menjadi tulisan-tulisan berikutnya. Semoga hadirnya buku ini memantik semangat dan inspirasi untuk terus berkarya bagi siapa saja yang membacanya.  Salam literasi!*

#Dosen Unesa, penggerak literasi
#Trainer, editor, penulis 42 buku
#Blog-1: muchkhoiriunesa.blogspot.com
#Blog-2: muchkhoiri.gurusiana.id
#Website-1: jalindo.net
#Website-2:  sahabatpenakita.id
#Facebook:  much.khoiri.90
#Instagram-1: @much.khoiri

#Instagram-2: @emcho_bookstore
*Artikel ini adalah kata pengantar buku Abdul Majid Hariadi berjudul Cara Mudah Menulis Kreatif, Reportase 350 Kata” (Yogyakarta, Diva Press, 2018). Terima kasih disampaikan kepada para penulis buku dan penerbit.

**Pesan buku, hubungi HP/WA: 081331450689 / 081233838789



5 comments:

  1. Kunci menulis itu terus berlatih. Sepakat Pak Emcho. Ternyata menulis yang susah di baca itu mudah sedangkan menulis yang mudah dibaca itu susah. Butuh latihan terus menerus.

    ReplyDelete
  2. Berlatih dan terus berlatih. Terima kasih sharingnya, Master Emcho

    ReplyDelete
  3. Mas Masruhin, kalimat kedua dari komen ini sy suka. Mantab

    ReplyDelete
    Replies
    1. dan saya baru bisa menulis yang susah dibaca. ha ha

      Delete

Terima kasih banyak atas apresiasi dan krisannya. Semoga sehat selalu.

Dulgemuk Berbagi (6): TULISAN MENUNJUKKAN PENULISNYA

Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...

Popular Posts