Gambar dari ikiwonosobomas.com |
Oleh: Much. Khoiri
TATKALA “berkenalan”
dengan Aceng alias Albert Dany Setiawan (alm), tuna daksa dari Wonosobo, lewat acara
Kick Andy, sejenak ingatan saya terlempar pada sebuah video berkisah tentang
Lena. Kondisi Lena hampir sama dengan Aceng, sama-sama tuna daksa, namun sama-sama
menjadi manusia luar biasa di balik ketunaan fisik. Bedanya Lena perempuan, sedangkan
Aceng laki-laki.
Dalam video itu
tampak Lena kecil yang terlahir tanpa tangan, sama persis dengan kondisi Aceng.
Lena diasuh orangtuanya dengan kasih sayang mendalam, karena orangtuanya berada
dan berpendidikan. Mereka tahu bagaimana mendidik dan menggali potensi anak.
Maka, Lena dididik sebagaimana anak normal, termasuk dilatih berenang, makan
sendiri, dan sebagainya. Justru, Lena dididik secara lebih telaten dibandingkan
anak normal. Ayahnya suka mengajarinya berenang.
Maka, sejalan
dengan waktu berputar, Lena tumbuh menjadi gadis mandiri, dengan berbagai
talenta yang dimilikinya. Dia bisa melakukan semua tugas domestik dengan
kakinya sendiri. Melihatnya, kadang hati tersedot habis, air mata meleleh. Dia
bermain piano, memasak, membersihkan rumah, dan sebagainya. Bahkan, dia
menjuarai lomba renang difabel tingkat internasional. Juara, bayangkan! Maka,
jangan kaget, dia bisa melakukan lebih dari itu—berarti melampaui kondisi
fisiknya!
Ya, dia
akhirnya berkeluarga. Ada lelaki berhati lembut yang menjadi tempat kepala Lena
bersandar, tempat hati Lena berlabuh, dan tempat Lena berbagi hari demi hari
yang dilaluinya. Dialah lelaki yang sekali tempo membiarkan Lena juga menyetir
mobil sendiri. Sebuah pembiaran yang hakikatnya menghargai nilai kemandirian,
sebuah wujud kasih sayang yang sesungguhnya.
Waktu pertama
kali saya menonton video Lena, saya sangat malu. Sebenarnya! Itu beberapa tahun
silam, tatkala saya masih cukup muda, dengan anggota tubuh lengkap dan
sempurna. Malu karena saya belum mencapai prestasi yang Lena ukir sampai
tingkat internasional. Belum lagi jika dijejer apa saja yang bisa dilakukan
Lena, dengan kondisi fisik tanpa kedua tangan, sungguh, saya semakin malu. Saya
tersudut di pojok onggokan sampah kehidupan. Saya bukanlah siapa-siapa.
Ternyata, kini siluet
Lena kembali terbayang di depan mata. Ya, tepat di depan mata saya yang
telanjang. Dia menjelma sebagai Aceng, tuna daksa Wonosobo yang diundang ke
acara Kick Andy. Dari status sosial ekonomi, Aceng memang tidak sesejahtera
Lena, demikian pun orangtua Aceng juga tidak sebanding orangtua Lena. Orangtua
Lena cukup berada dan berpendidikan, namun tidak demikian orangtua Aceng.
Menurut
pengakuan Aceng yang polos, kondisi tanpa kedua tangan itu pembawaan sejak
lahir, sama dengan kondisi Lena. Namun, kelahiran Aceng laksana prahara dalam
rumah tangga orangtuanya. Ibunya shock dan
tidak bisa menerima kenyataan bahwa Aceng tidak punya dua tangan. Itu kenyataan
teramat pahit dan getir, yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Merasa malu
teramat sangat. Bahkan, ayahnya juga ikut-ikutan malu seperti ibu Aceng.
Saking besarnya
rasa malu itu, pernah suatu ketika kedua orangtuanya berniat membunuh Aceng.
Namun, niat itu diurungkan, mengingat mereka perlahan tahu bahwa Aceng ternyata
bisa menjalani hidup seperti anak normal teman sepermainannya. Aceng kecil juga
makan sendiri, main kelereng, main layang-layang, naik sepeda, dan sebagainya. Belakangan,
makan dengan supit pun bisa!
Berlatar sosial
ekonomi rendah, semasa remaja Aceng tumbuh menjadi preman. Agak menggelikan,
memang. Bagaimana mungkin Aceng tanpa tangan bisa menyandang predikat preman?
Ya, dia telah berlatih taekwondo. Bela dirinya bagus. Satu lagi, nekad! Jika
berkelahi, dia nekad, sebab tidak ada yang disayangkan di dunia ini. Jika mati
karena berkelahi, misalnya, dia tidak punya harta yang ditinggalkan. Ibaratnya,
tidak ada yang digandoli. Maka, status preman disandangnya untuk beberapa tahun
lamanya.
(BERSAMBUNG)
Paragraf akhir bagus. Menarik.
ReplyDeleteJika berkelahi, dia nekad, sebab tidak ada yang disayangkan di dunia ini. Jika mati karena berkelahi, misalnya, dia tidak punya harta yang ditinggalkan. Ibaratnya, tidak ada yang digandoli.
Aceng sudah sampai pada taraf kepasrahan pada Sang Pemilik Kehidupan.
Matur nuwun, Master Emcho.
Matur nuwun, Bu doktor. Sehat selalu. Terus berkarya.
DeleteAceng..
ReplyDeleteJadi perhatian untuk sumber belajar kita. Salam.
Benar, Pak. Mudah2an itu menjadi amal baiknya.
DeleteYa Allah...sungguh luar biasa pelajaran yang disuguhkan Sang Pencipta
ReplyDeleteMatur nuwun, Bu Sulis. Semoga sehat senantiasa.
DeleteSatu pelajaran berharga utk kita dg kondisi fisik yg normal. Matur nuwun Abah Khoiri
ReplyDeleteMatur nuwun atas kunjungannya, B Fety. Salam kreatif selalu
DeleteMasyaAllah.Memotivasi dan inspiratif...
ReplyDeleteWkt lht video Lena, benar2 menguras air mata.
ReplyDeleteSebuah pembelajaran yg luar biasa buat kita, thanks a bunch bapak Emcho
ReplyDelete