Inilah Ruang Kreatif untuk Refleksi dan Narasi Literasi: Corong Virus Emcho Menyuarakan Pikiran, Imajinasi, dan Emosi Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Gigih Berjuang Lewat Tulisan!

Monday, April 13, 2020

Berguru pada Aceng (1): Hadirnya Siluet Lena

Gambar dari ikiwonosobomas.com 

Oleh: Much. Khoiri

TATKALA “berkenalan” dengan Aceng alias Albert Dany Setiawan (alm), tuna daksa dari Wonosobo, lewat acara Kick Andy, sejenak ingatan saya terlempar pada sebuah video berkisah tentang Lena. Kondisi Lena hampir sama dengan Aceng, sama-sama tuna daksa, namun sama-sama menjadi manusia luar biasa di balik ketunaan fisik. Bedanya Lena perempuan, sedangkan Aceng laki-laki.

Dalam video itu tampak Lena kecil yang terlahir tanpa tangan, sama persis dengan kondisi Aceng. Lena diasuh orangtuanya dengan kasih sayang mendalam, karena orangtuanya berada dan berpendidikan. Mereka tahu bagaimana mendidik dan menggali potensi anak. Maka, Lena dididik sebagaimana anak normal, termasuk dilatih berenang, makan sendiri, dan sebagainya. Justru, Lena dididik secara lebih telaten dibandingkan anak normal. Ayahnya suka mengajarinya berenang.

Maka, sejalan dengan waktu berputar, Lena tumbuh menjadi gadis mandiri, dengan berbagai talenta yang dimilikinya. Dia bisa melakukan semua tugas domestik dengan kakinya sendiri. Melihatnya, kadang hati tersedot habis, air mata meleleh. Dia bermain piano, memasak, membersihkan rumah, dan sebagainya. Bahkan, dia menjuarai lomba renang difabel tingkat internasional. Juara, bayangkan! Maka, jangan kaget, dia bisa melakukan lebih dari itu—berarti melampaui kondisi fisiknya!

Ya, dia akhirnya berkeluarga. Ada lelaki berhati lembut yang menjadi tempat kepala Lena bersandar, tempat hati Lena berlabuh, dan tempat Lena berbagi hari demi hari yang dilaluinya. Dialah lelaki yang sekali tempo membiarkan Lena juga menyetir mobil sendiri. Sebuah pembiaran yang hakikatnya menghargai nilai kemandirian, sebuah wujud kasih sayang yang sesungguhnya.

Waktu pertama kali saya menonton video Lena, saya sangat malu. Sebenarnya! Itu beberapa tahun silam, tatkala saya masih cukup muda, dengan anggota tubuh lengkap dan sempurna. Malu karena saya belum mencapai prestasi yang Lena ukir sampai tingkat internasional. Belum lagi jika dijejer apa saja yang bisa dilakukan Lena, dengan kondisi fisik tanpa kedua tangan, sungguh, saya semakin malu. Saya tersudut di pojok onggokan sampah kehidupan. Saya bukanlah siapa-siapa.

Ternyata, kini siluet Lena kembali terbayang di depan mata. Ya, tepat di depan mata saya yang telanjang. Dia menjelma sebagai Aceng, tuna daksa Wonosobo yang diundang ke acara Kick Andy. Dari status sosial ekonomi, Aceng memang tidak sesejahtera Lena, demikian pun orangtua Aceng juga tidak sebanding orangtua Lena. Orangtua Lena cukup berada dan berpendidikan, namun tidak demikian orangtua Aceng.

Menurut pengakuan Aceng yang polos, kondisi tanpa kedua tangan itu pembawaan sejak lahir, sama dengan kondisi Lena. Namun, kelahiran Aceng laksana prahara dalam rumah tangga orangtuanya. Ibunya shock dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa Aceng tidak punya dua tangan. Itu kenyataan teramat pahit dan getir, yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Merasa malu teramat sangat. Bahkan, ayahnya juga ikut-ikutan malu seperti ibu Aceng.

Saking besarnya rasa malu itu, pernah suatu ketika kedua orangtuanya berniat membunuh Aceng. Namun, niat itu diurungkan, mengingat mereka perlahan tahu bahwa Aceng ternyata bisa menjalani hidup seperti anak normal teman sepermainannya. Aceng kecil juga makan sendiri, main kelereng, main layang-layang, naik sepeda, dan sebagainya. Belakangan, makan dengan supit pun bisa!

Berlatar sosial ekonomi rendah, semasa remaja Aceng tumbuh menjadi preman. Agak menggelikan, memang. Bagaimana mungkin Aceng tanpa tangan bisa menyandang predikat preman? Ya, dia telah berlatih taekwondo. Bela dirinya bagus. Satu lagi, nekad! Jika berkelahi, dia nekad, sebab tidak ada yang disayangkan di dunia ini. Jika mati karena berkelahi, misalnya, dia tidak punya harta yang ditinggalkan. Ibaratnya, tidak ada yang digandoli. Maka, status preman disandangnya untuk beberapa tahun lamanya.

(BERSAMBUNG)


11 comments:

  1. Paragraf akhir bagus. Menarik.

    Jika berkelahi, dia nekad, sebab tidak ada yang disayangkan di dunia ini. Jika mati karena berkelahi, misalnya, dia tidak punya harta yang ditinggalkan. Ibaratnya, tidak ada yang digandoli.

    Aceng sudah sampai pada taraf kepasrahan pada Sang Pemilik Kehidupan.

    Matur nuwun, Master Emcho.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Matur nuwun, Bu doktor. Sehat selalu. Terus berkarya.

      Delete
  2. Aceng..
    Jadi perhatian untuk sumber belajar kita. Salam.

    ReplyDelete
  3. Ya Allah...sungguh luar biasa pelajaran yang disuguhkan Sang Pencipta

    ReplyDelete
    Replies
    1. Matur nuwun, Bu Sulis. Semoga sehat senantiasa.

      Delete
  4. Satu pelajaran berharga utk kita dg kondisi fisik yg normal. Matur nuwun Abah Khoiri

    ReplyDelete
    Replies
    1. Matur nuwun atas kunjungannya, B Fety. Salam kreatif selalu

      Delete
  5. MasyaAllah.Memotivasi dan inspiratif...

    ReplyDelete
  6. Wkt lht video Lena, benar2 menguras air mata.

    ReplyDelete
  7. Sebuah pembelajaran yg luar biasa buat kita, thanks a bunch bapak Emcho

    ReplyDelete

Terima kasih banyak atas apresiasi dan krisannya. Semoga sehat selalu.

Dulgemuk Berbagi (6): TULISAN MENUNJUKKAN PENULISNYA

Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...

Popular Posts