Gambar dari ikiwonosobomas.com |
Oleh: Much. Khoiri
Tidak selamanya
hitam itu hitam; ia bisa berubah, mungkin menjadi abu-abu atau putih.
Begitulah, Aceng tidak stagnan menjadi preman yang biasa memalak orang lain.
Manusia bisa berubah menjadi lebih baik. Dia sadar akan siapa dirinya karena
suatu sebab yang sangat penting. Sebuah pemicu (trigger) hadir untuk menggugah kesadarannya.
Ya, pemicu
kesadaran itu kelihatannya sederhana, namun sangat dahsyat membangun kesadaran
Aceng. Yakni, ada seorang difabel, seperti dirinya, melewati dirinya bersama
istri cantiknya dan empat anaknya. “Wah, dia yang difabel saja bisa punya istri
cantik dan punya empat anak, berarti aku juga bisa dong,” begitu pikirnya. “Aku
tidak boleh putus asa. Aku harus bangkit menjadi manusia yang baik.”
Maka, pensiunlah
dia dari statusnya sebagai preman. Dia ingin menjadi Aceng yang baru. Metamorfosis.
Setidaknya, dia juga ingin menjadi manusia yang “normal”, memiliki keluarga
seperti difabel yang beristri cantik dan beranak empat orang. Maka, dia memutar
otak untuk menemukan talenta terpendamnya. Dia belajar bermain gitar! Tidak
singkat waktunya. Enam tahun dia berlatih bermain gitar!
Itulah prinsip
hidupnya yang tak mudah tergoyahkan, yakni semangat belajar. Dia bersemangat
belajar main gitar dan menyanyi meski di mata orang normal semua itu mustahil,
setidaknya sangat sulit dilakukan. Bagaimana mungkin Aceng bermain gitar hanya
dengan jari-jari kakinya; sedangkan bermain dengan jemari tangan saja tidaklah
mudah. Bagaimana jari-jari kakinya bisa memencet senar-senar gitar dengan
pola-pola tertentu untuk menghasilkan suara yang diinginkan? Sekali lagi,
belajar!
Bahkan, kepada
Kich Andy, dia mengaku, dia bisa makan dengan supit pun karena mau belajar.
Kick Andy sejenak terkejut atas pengakuan itu. “Saya saja kesulitan makan pakai
supit,” selorohnya. Maka, spontan, Aceng menukasnya: “Nggak mau belajar sih.”
Dia lantas tertawa berderai. Kick Anda juga menanggapinya dengan tawaan,
disertai gemuruh tepuk tangan hadirin di dalam studio rekaman.
Namun, kepahitan
belum lagi sirna dari kisah perjanalan Aceng. Begitulah, emas tidak akan
kelihatan emas jika tidak digosok dan diolah. Emasnya Aceng ya karena dia diuji
dengan berbagai kesulitan. Sesungguhnya
bersama kesulitan ada kemudahan. Dia digosok dan diolah untuk menjadi Aceng
baru yang memiliki kualitas emas. Apa gosokan itu? Salah satunya adalah dia
pernah---bahkan dua kali---berniat melakukan upaya bunuh diri, semua karena
cinta. Orangtua gadis yang dicintainya tidak menyetujui hubungan asmara tidak
normal itu. Dia ditolak camer alias calon mertua.
Penolakan
orangtua gadis yang dicintainya, dua kali bahkan, permah membuatnya ingin bunuh
diri. Pikirnya, tidak ada gunanya Aceng hidup lebih lama lagi. Dunia terasa
gelap, nyaris tiada cahaya terang bagi hatinya. Namun, dia teringat janji
hatinya untuk menjadi manusia yang baik. Maka, Aceng mengurungkan niatnya untuk
melunasi hidupnya. Selain terhantui rasa berdosa, bunuh diri tidak
menyelesaikan masalah apa pun. Lagi pula, tetangga yang diminta memasangkan
tali gantung, tidak mau, malah ketakutan.
Karena itu,
kasus penolakan itu tidak membuatnya bunuh diri, melainkan menyebabkan tekadnya
membaja untuk menunjukkan bahwa dia bisa menjadi manusia berprestasi. Maka,
makin rajinlah dia berlatih main gitar dan menyanyi. Dia rela menjadi pengamen
untuk sumber penghidupan, dan baginya itu lebih mulia ketimbang menjadi preman.
Itu halal, sehalal bekerja keras seperti para tenaga kasar yang mengucurkan
keringat setiap saat. Istilahnya, itu kerja keras banting tulang.
Maka, emas itu
akhirnya jadilah. Apa yang digosok, kelihatanlah hasilnya. Apa yang telah Aceng
tanam, akhirnya dia panen. Penghargaan MURI diterimanya pada 2006, berkat
kemampuannya bermain gitar dan menyanyi sekaligus. Subhanallah, Tuhan tidaklah
tidur. Doa dan harapan Aceng dikabulkan oleh-Nya. Dan itu ada konsekwensinya.
Termasuk, dia akhirnya diundang Kick Andy untuk sebuah wawancara ekslusif.
Dia sudah
menjadi “orang” sekarang. Namun, rasa syukurnya telah dia wujudkan ke dalam
kebaikan. Dia menemukan perempuan shalihah sebagai istrinya, yang kini telah
memberikannya seorang anak laki-laki. Anak laki-laki normal fisik, yang paling
dia sayang. Jangankan menjadi preman, pekerjaan yang tidak halal pun dia tidak
mau jalani. “Saya jadi juru parkir. Itu lebih baik daripada meminta-minta,”
begitu pungkasnya.
Deg! Coba
bayangkan, apa yang kita bisa lakukan seandainya kita berada di posisi Aceng,
sama halnya kalau kita berada di posisi Lena. Sungguh sulit dibayangkan, bukan?
Dia begitu tangguh, begitu besar semangat belajarnya, begitu tabah hatinya,
begitu hebat prestasinya, dan begitu indah kebanggaan yang dia teladankan
kepada anaknya. Terus terang, kita bisa belajar banyak dari Aceng, ilmu-ilmu
laku yang sangat menggetarkan siapa saja. Kita bisa belajar pintar padanya;
kita juga bisa belajar kebijaksanaan hidup padanya.[]
TAMAT
Dari kisah ini, kita belajar jika semua mau belajar tidak ada sesuatu yang mustahil, Allah SWT akan memudahkan segala urusan, bismillahirrahmanirrahim.
ReplyDeleteMemetik hikmah. Matur nuwun
DeleteSubhanallah .... belajar dan terus belajar itulah kunci sukses seseorang. Terima kasih pencerahannya Master
ReplyDeleteMari kita terus belajar. nuwun
DeleteSays masih menunggu lanjutannya ternyata hanya 2 bagian. Kunci mau belajar dan mau berubah ya
ReplyDeleteMatur nuwun, bu hajjah.
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSemoga kita menjadi orang2 yg pandai bersyukur. Thanks Mr. Emcho
ReplyDeleteMatur nuwun, Mas. Semoga terus berkarya.
DeleteNiat, belajar & tdk mudah putus asa ...itu salah satu kunci sukses ya Abah..
ReplyDeleteInsyaallah, itulah kuncinya. Mau belajar. makasih, b Fety
DeleteBelajar sepanjang hayat berguru ke padang datar
ReplyDeleteKomennya bagus, makasih, B Tuti.
DeletePenuh dengan hikmah...
ReplyDeleteTerima kasih Pak Emcho...
Terima kasih juga, Pak CepGa. Salam kreatif selalu
DeleteMotivasi dari Aceng membangkitkan semangat basi siapapun pembacanya. https://abdullahmakhruspenulis.blogspot.com/
ReplyDeleteMas Makhrus, makasih banyak. Segera meluncur ke blog njenengan
Delete