Dok. Pribadi |
Oleh: Much. Khoiri
KALAU Anda akan masuk ke wilayah kami, salah satu blok di
Perumnas Kotabaru Driyorejo, kami mohon maaf telah menerapkan sterilisasi
wilayah. Pasalnya, kami harus melindungi keamanan dan kenyaman warga kami, dari
kemungkinan penyebaran Covid-19. Kami mencoba memutus penyebaran itu.
Di gang-gang masuk, palang pintu kami pasang, dengan tulisan
informatif tentang sterilisasi itu. Mohon pengertiaannya. Kami pun juga tidak
bisa keluar lewat gang berpalang itu. Dari wilayah empat RT, hanya satu pintu
masuk-keluar kami; selebihnya tertutup palang. Pengurus kampung ingin
menegakkan hal ini. Jadi, Anda yang terbiasa melintas kampung kami, sudilah
kiranya untuk memutar sedikit lewat jalan tengah.
Kalau ada tamu dari luar wilayah ke salah satu warga kami,
protokol kesehatan dijalankan. Kami sampaikan ke pengurus jika perlu. Bukan
hanya jaga jarak fisik, termasuk tidak bersalaman dan mengatur tempat duduk, namun
juga mencuci tangan dengan sabun. Untuk itu, pengurus telah menyediakan air
pancur dan sabun di sejumlah bagian jalan kampung.
Demi kewaspadaan, kami bahkan melakukan penyemprotan disinfektan
satu kali seminggu, setidaknya sampai ke beranda setiap rumah. Seluruh pengurus
dan adik-adik remas (remaja masjid), plus dukungan donasi dari para dermawan,
semoga dibalas Allah dengan limpahan pahala kebaikan. Tak terlewat, seluruh
warga pun berpartisipasi di dalam menjaga kebersihan lingkungan. Semoga semua
tercatat sebagai amal shalih.
Jangankan yang bersifat klasikal seperti itu. Dalam skala
kecil pun, kami harus menerapkan jaga-jarak fisik (physical distancing). Untuk Anda yang terbiasa melewati kampung
kami, kali ini, mohon maaf, kami tidak bisa bersalaman dengan Anda. Bukan
berarti kami sombong, namun kami hanya waspada, sebab Covid-19 bisa menyebar
lewat sentuhan. Kita harus memutus itu.
Jika Anda tidak mau bersalaman, kami juga sudah paham.
Termasuk, untuk ibu-ibu, kami paham jika tidak ada ritual cipika-cipiki (cium
pipi kanan, cium pipi kiri). Kami tidak akan mengecap Anda sombong atau arogan,
tidak sama sekali. Kita cukup mengangkat setangkup dua tapak tangan kita di
dada, dan mengatakan permohonan maaf atau salam. Itu kiranya sudah cukup untuk
mewakili salaman kita.
Jangankan bersalaman atau cipika-cipiki dalam pergaulan.
Seusai ibadah shalat pun, kali ini kami tidak saling berjabatan tangan. Setelah
salam, kami langsung berwirid dan berdoa secukupnya, dan lekas pulang ke rumah
masing-masing. Sebagian di antara kami masih harus memakai masker selama shalat di masjid.
Jadi, mohon dipahami, semua itu hanya jaga jarak fisik,
jangan dimaknai sebagai jaga jarak sosial (social
distancing). Ada perbedaan antara jarak fisik (physical distance) dan jarak sosial (social distance). Imbuhan –ing pada kata distance bermakna “ambil jarak”.
Jarak sosial itu jarak antar individu dalam kehidupan
sosial. Jarak sosial itu mengasosiasikan dekat-jauhnya hubungan sosial antara
warga satu dan warga lain. Jika kami tetap merasa rukun, bersama, dan berjiwa
gotong-royong—termasuk dalam penerapan sterilisasi wilayah---itu artinya jarak
sosial kami dekat. Sebaliknya, jarak sosial kami jauh andaikata kami tidak pernah saling menyapa atau bahkan berkonflik.
Nah, dalam sikon lock-down
atau sterilisasi wilayah ini, biarlah kami mengalami jaga jarak fisik saja,
tetapi jangan sampai terjadi jarak sosial yang jauh. Dengan kata lain, meski
kami tidak saling bersalaman, mengobrol bersama, dan berkerumun dalam hajatan,
kami pastikan kami adalah saudara yang saling menyayangi—dengan jarak sosial
yang amat dekat. Bahkan, kita ibaratnya tanpa jarak sosial.
Justru dengan kedekatan jarak sosial, masih tetap berdoa
bersama, entah berjamaah di masjid atau di rumah masing-masing, itu menguatkan
solidaritas sosial kami. Bahkan ikatan sosial kami menjadi semakin kuat. Senasib
sepenanggungan kami alami bersama, termasuk menghadapi ujian covid-19 sendiri.
Kebersamaan kami hadir dalam kehidupan.
Kami punya Allah, Tuhan Yang Maha Segala-galanya. Kami
percaya, firman Allah dalam QS Al-Insyirah (ayat 6): “inna ma’al-‘usri yusraa, sesungguhnya bersama kesulitan ada
kemudahan.” Dengan ikhtiar dan doa kami bersama kami akan diberi kekuatan untuk
melewati ujian covid-19 dengan baik-baik saja. Semoga Allah menhabulkannya.
Aamiinx100.[]
*Much. Khoiri adalah
penggerak literasi, dosen, trainer, editor, dan penulis 42 buku dari Unesa
Surabaya. Tulisan ini pendapat pribadi.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerima kasih, Bu Endang
DeleteTelah banyak upaya yang dilakukan baik oleh masarakat maupun oleh pemerintah. Semoga wabah corona ini segera berlalu...
ReplyDeleteKita memang haruys bahu membahu, Pak CepGa.
DeleteGerakan masif memutus mata rantai penyebaran covid 19...semoga selalu sehat pak Dosen
ReplyDeleteAamiin, Matur nueun
DeleteUpaya preventif sudah disadari warga. Oke pak
ReplyDeleteTerima kasih Pak Sutanto. Smg sht sll
DeleteHal positif lsin yang bisa kita rasakan di balik wabah Covid-19 ini adalah 'rasa kekeluargaan'. Sesungguhnya, di balik musibah yang datang, ada mutiara hikmah mengiringi.
ReplyDeleteRasa kekeluargaan, benar sekali
Delete