Inilah Ruang Kreatif untuk Refleksi dan Narasi Literasi: Corong Virus Emcho Menyuarakan Pikiran, Imajinasi, dan Emosi Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Gigih Berjuang Lewat Tulisan!

Wednesday, April 15, 2020

JARAK FISIK, BUKAN JARAK SOSIAL

Dok. Pribadi

Oleh: Much. Khoiri

KALAU Anda akan masuk ke wilayah kami, salah satu blok di Perumnas Kotabaru Driyorejo, kami mohon maaf telah menerapkan sterilisasi wilayah. Pasalnya, kami harus melindungi keamanan dan kenyaman warga kami, dari kemungkinan penyebaran Covid-19. Kami mencoba memutus penyebaran itu.

Di gang-gang masuk, palang pintu kami pasang, dengan tulisan informatif tentang sterilisasi itu. Mohon pengertiaannya. Kami pun juga tidak bisa keluar lewat gang berpalang itu. Dari wilayah empat RT, hanya satu pintu masuk-keluar kami; selebihnya tertutup palang. Pengurus kampung ingin menegakkan hal ini. Jadi, Anda yang terbiasa melintas kampung kami, sudilah kiranya untuk memutar sedikit lewat jalan tengah.

Kalau ada tamu dari luar wilayah ke salah satu warga kami, protokol kesehatan dijalankan. Kami sampaikan ke pengurus jika perlu. Bukan hanya jaga jarak fisik, termasuk tidak bersalaman dan mengatur tempat duduk, namun juga mencuci tangan dengan sabun. Untuk itu, pengurus telah menyediakan air pancur dan sabun di sejumlah bagian jalan kampung.

Demi kewaspadaan, kami bahkan melakukan penyemprotan disinfektan satu kali seminggu, setidaknya sampai ke beranda setiap rumah. Seluruh pengurus dan adik-adik remas (remaja masjid), plus dukungan donasi dari para dermawan, semoga dibalas Allah dengan limpahan pahala kebaikan. Tak terlewat, seluruh warga pun berpartisipasi di dalam menjaga kebersihan lingkungan. Semoga semua tercatat sebagai amal shalih.

Jangankan yang bersifat klasikal seperti itu. Dalam skala kecil pun, kami harus menerapkan jaga-jarak fisik (physical distancing). Untuk Anda yang terbiasa melewati kampung kami, kali ini, mohon maaf, kami tidak bisa bersalaman dengan Anda. Bukan berarti kami sombong, namun kami hanya waspada, sebab Covid-19 bisa menyebar lewat sentuhan. Kita harus memutus itu.

Jika Anda tidak mau bersalaman, kami juga sudah paham. Termasuk, untuk ibu-ibu, kami paham jika tidak ada ritual cipika-cipiki (cium pipi kanan, cium pipi kiri). Kami tidak akan mengecap Anda sombong atau arogan, tidak sama sekali. Kita cukup mengangkat setangkup dua tapak tangan kita di dada, dan mengatakan permohonan maaf atau salam. Itu kiranya sudah cukup untuk mewakili salaman kita.

Jangankan bersalaman atau cipika-cipiki dalam pergaulan. Seusai ibadah shalat pun, kali ini kami tidak saling berjabatan tangan. Setelah salam, kami langsung berwirid dan berdoa secukupnya, dan lekas pulang ke rumah masing-masing. Sebagian di antara kami masih harus memakai masker selama shalat di masjid.

Jadi, mohon dipahami, semua itu hanya jaga jarak fisik, jangan dimaknai sebagai jaga jarak sosial (social distancing). Ada perbedaan antara jarak fisik (physical distance) dan jarak sosial (social distance). Imbuhan –ing pada kata distance bermakna “ambil jarak”.

Jarak sosial itu jarak antar individu dalam kehidupan sosial. Jarak sosial itu mengasosiasikan dekat-jauhnya hubungan sosial antara warga satu dan warga lain. Jika kami tetap merasa rukun, bersama, dan berjiwa gotong-royong—termasuk dalam penerapan sterilisasi wilayah---itu artinya jarak sosial kami dekat. Sebaliknya, jarak sosial kami jauh andaikata kami tidak pernah saling menyapa atau bahkan berkonflik.

Nah, dalam sikon lock-down atau sterilisasi wilayah ini, biarlah kami mengalami jaga jarak fisik saja, tetapi jangan sampai terjadi jarak sosial yang jauh. Dengan kata lain, meski kami tidak saling bersalaman, mengobrol bersama, dan berkerumun dalam hajatan, kami pastikan kami adalah saudara yang saling menyayangi—dengan jarak sosial yang amat dekat. Bahkan, kita ibaratnya tanpa jarak sosial.

Justru dengan kedekatan jarak sosial, masih tetap berdoa bersama, entah berjamaah di masjid atau di rumah masing-masing, itu menguatkan solidaritas sosial kami. Bahkan ikatan sosial kami menjadi semakin kuat. Senasib sepenanggungan kami alami bersama, termasuk menghadapi ujian covid-19 sendiri. Kebersamaan kami hadir dalam kehidupan.

Kami punya Allah, Tuhan Yang Maha Segala-galanya. Kami percaya, firman Allah dalam QS Al-Insyirah (ayat 6): “inna ma’al-‘usri yusraa, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” Dengan ikhtiar dan doa kami bersama kami akan diberi kekuatan untuk melewati ujian covid-19 dengan baik-baik saja. Semoga Allah menhabulkannya. Aamiinx100.[]

*Much. Khoiri adalah penggerak literasi, dosen, trainer, editor, dan penulis 42 buku dari Unesa Surabaya. Tulisan ini pendapat pribadi.


10 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Telah banyak upaya yang dilakukan baik oleh masarakat maupun oleh pemerintah. Semoga wabah corona ini segera berlalu...

    ReplyDelete
  3. Gerakan masif memutus mata rantai penyebaran covid 19...semoga selalu sehat pak Dosen

    ReplyDelete
  4. Upaya preventif sudah disadari warga. Oke pak

    ReplyDelete
  5. Hal positif lsin yang bisa kita rasakan di balik wabah Covid-19 ini adalah 'rasa kekeluargaan'. Sesungguhnya, di balik musibah yang datang, ada mutiara hikmah mengiringi.

    ReplyDelete

Terima kasih banyak atas apresiasi dan krisannya. Semoga sehat selalu.

Dulgemuk Berbagi (6): TULISAN MENUNJUKKAN PENULISNYA

Oleh Much. Khoiri DALAM cangkrukan petang ini, setelah menyimak video-video tentang tokoh yang mengklaim dan diklaim sebagai imam besar, P...

Popular Posts